TIKTAK.ID – Kerumunan warga ketika menyambut Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melakukan kunjungan kerja di Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT), tidak bisa menjadi dalih untuk membebaskan mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab dari proses hukum. Pasalnya, kasus kerumunan di Maumere dan di Petamburan saat Rizieq menikahkan anaknya dianggap berbeda.
Menurut ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, kerumunan massa saat kedatangan Jokowi di Maumere tidak mempunyai basis yang elementer terkait adanya peristiwa pidana. Ia menilai kerumunan itu terjadi tanpa adanya unsur kesengajaan.
“Permintaan pembebasan tersebut jelas tidak beralasan. Sebab, penahanan RS (Rizieq Shihab) justru ada basis elementer, niat yang kuat untuk melakukan pelanggaran atas larangan dalam regulasi, yakni tindak pidana. Memang di kasus itu ada niat melakukan pelanggaran hukum atas larangan normanya,” ujar Indriyanto di Jakarta, Jumat (26/2/21), seperti dilansir Medcom.id.
Baca juga : Begini Pernyataan Gibran Usai Dilantik Ganjar Jadi Wali Kota Surakarta
Indriyanto menyebut masyarakat datang untuk menyambut Jokowi secara spontan tanpa ada undangan. Untuk itu, ia menganggap wajar jika polisi menolak laporan masyarakat atas peristiwa kerumunan di Maumere. Ia menyatakan kerumunan itu tidak perlu menjadi polemik karena Presiden tidak menciptakan stigma pelanggaran hukum.
Sementara itu, aktivis sosial politik Ferdinand Hutahaean mengatakan desakan agar polisi membebaskan Rizieq bila Jokowi tidak dipidana terkait dengan kerumunan di Maumere hanya mengada-ada. Ia menjelaskan, pendukung tidak mengetahui secara utuh mengapa Rizieq ditahan.
“Rizieq Shihab ditahan karena terjerat banyak kasus dan beberapa pasal, termasuk penghasutan dan kebohongan tentang Rumah Sakit UMMI. Jadi, bukan hanya mengenai menciptakan kerumunan dan keramaian secara sadar,” tutur Ferdinand.
Baca juga : Bobby Mantu Jokowi Janji Siapkan Waktu Pagi dan Sore untuk Tampung Keluhan Warga
Halaman selanjutnya…