TIKTAK.ID – Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato yang ditunggu-tunggu warga Amerika, saat negara itu berada di ambang perang dengan Iran. Pidato Trump dilakukan beberapa jam setelah rudal Iran menyerang dua pangkalan AS di Irak.
Berbicara dari Gedung Putih, Trump membatalkan ancaman serangan lebih lanjut terhadap Iran, dan menegaskan bahwa mundurnya Teheran “hal yang baik bagi semua pihak.”
Trump, bagaimanapun, bersumpah untuk menjatuhkan sanksi ekonomi baru pada Republik Islam Iran, selain ribuan atau lebih yang diberlakukan sejak AS menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA, atau kesepakatan nuklir Iran) pada tahun 2018. ” Sanksi yang tegas akan diberikan,” ungkapnya, “hingga Iran mengubah perilakunya.”
Baca juga: Update: Terkait Serangan Iran Ke Pangkalan Amerika, Khamenei: Hanya “Tamparan Di Wajah” AS
“Iran harus meninggalkan ambisi nuklirnya dan mengakhiri dukungannya untuk terorisme,” lanjut Trump. “Sudah tiba waktunya bagi Inggris, Jerman, Prancis, Rusia dan Cina untuk mengakui kenyataan ini. Mereka sekarang harus melepaskan diri dari sisa-sisa JCPOA.”
‘Our missiles are big, powerful, accurate, lethal and fast. The fact that we have this great military and equipment, however, does not mean that we have to use it’ – #Trump pic.twitter.com/NKT817qZvF
— RT (@RT_com) January 8, 2020
Sementara Trump baru-baru ini menyatakan bahwa AS akan menargetkan 52 situs Pemerintah dan budaya milik Iran jika kepentingan Amerika diserang, tetapi kemudian ia menyampaikan dengan nada yang lebih rekonsiliatif dalam pidatonya pada hari Rabu. Setelah membual tentang “rudal besar” Amerika, Trump menyarankan bahwa di bawah kesepakatan baru, Iran bisa menjadi “negara besar,” dan dapat bekerja sama dengan AS dalam bidang yang saling menguntungkan.
“ISIS [Negara Islam, IS, ISIL] adalah musuh alami Iran,” katanya. “Penghancuran ISIS baik untuk Iran. Dan kita harus bekerja bersama dalam hal ini dan banyak prioritas bersama lainnya. “
Pada hari Rabu pagi, Iran menghujani serangan rudal di dua pangkalan militer yang digunakan oleh pasukan Amerika di Irak. Serangan rudal itu terjadi sebagai balasan atas pembunuhan Jenderal Iran Qassem Soleimani oleh AS di Baghdad pada hari Jumat. Soleimani, menurut Washington, telah mengatur serangkaian serangan terhadap pasukan Amerika di Irak, dan diduga merencanakan serangan lebih lanjut melalui milisi yang didukung Iran di negara itu. Teheran menyebut pembunuhan itu sebagai tindakan “terorisme internasional,” bersumpah untuk membalas dendam.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menggambarkan serangan rudal itu sebagai “balasan proporsional” yang diambil untuk membela diri. Zarif menambahkan bahwa Teheran tidak bermaksud untuk meningkatkan tensi ketegangan, tetapi pihaknya mengancam akan menargetkan sekutu-sekutu AS di kawasan itu jika Washington merespon Iran dengan serangan balasan.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengatakan bahwa serangan itu berfungsi sebagai “tamparan di wajah” untuk Amerika Serikat, tetapi belum “cukup” untuk menghapus “kehadiran Amerika yang korup di wilayah tersebut.”