TIKTAK.ID – Belakangan ini sejumlah lembaga survei melakukan simulasi atau skenario survei para bakal calon presiden (Capres) di Pilpres 2024. Berdasarkan hasil sejumlah survei itu, hampir selalu muncul tiga nama terkuat, yaitu Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Survei publik terakhir yang digelar oleh lembaga Development Technology Strategy (DTS) Indonesia pada Februari 2022, skenario memperhadapkan dua nama (head to head) mengerucut pada dua nama yang pasti lolos hingga putaran kedua, yakni Anies dan Ganjar.
Namun menurut analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, peluang kompetisi dua nama justru bakal terjadi pada Anies vs Prabowo.
Baca juga : Tak Terima Nama Soeharto Hilang dari Keppres 1 Maret, Fadli Zon Tantang Debat Mahfud MD dan Sejarawan UGM
“Anies trennya tampak lebih bagus ke depannya daripada Prabowo, kalau misalnya tidak ada calon lain, head to head Anies versus Prabowo. Namun kans Anies lebih menjual dan lebih memiliki peluang memenangkan kontestasi elektoral,” ungkap Pangi Syarwi, seperti dilansir Sindonews.com, Jumat (4/3/22).
Kemudian mengenai nama-nama Kepala Daerah yang mendominasi potret pilihan publik sebagai calon presiden (Capres), Pangi menilai kini memang publik lebih mudah menandai calon pemimpin dari yang terlihat riil dan konkret.
“Saya melihat publik lebih mudah menilai kinerja Kepala Daerah. Sebab, Kepala Daerah langsung bersentuhan dengan masyarakat, riil dan lebih konkret ketimbang ketua partai dan menteri. Kerjanya pun lebih bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” terang Pangi.
Baca juga : Parpol Makin Tak Dipercaya Publik, JAKI Tegaskan Perlunya ‘Fraksi Rakyat’
Untuk itu Pangi mengklaim Anies, Ganjar, dan Prabowo sama-sama masih memiliki panggung untuk terus menggelembungkan rating elektoralnya dari sekarang. Akan tetapi, Pangi menganggap masih ada kemungkinan elektabilitas menurun jika sudah tidak punya jabatan lagi, sehingga nantinya tidak lagi menjadi sorotan dan perbincangan publik.
“Perilaku pemilih masih tetap lebih melihat kinerja prestasi dan itu harus mudah diketahui publik atau masyarakat, mengenai apa yang mereka kerjakan. Jadi kerja Kepala Daerah adalah kerja elektoral,” tutur Pangi.
Pangi menjelaskan, setiap prestasi, capaian, dan keberhasilannya sebagai Kepala Daerah, secara otomatis menjadi bonus elektoral untuk modal Pilpres. Dia memaparkan, bonus elektoral itu dapat berupa peningkatan popularitas, tingkat disukai, tingkat penerimaan (akseptabilitas), sampai keterpilihan (elektabilitas).