TIKTAK.ID – Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengaku diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan negosiasi ulang untuk pembelian alutsista yang bekerja sama dengan Korea Selatan, karena harganya dianggap terlalu mahal.
“Alutsista dianggap mungkin terlalu mahal. Sedang ditinjau kembali, kita sedang me-review, mengkaji,” kata Prabowo, Jumat (13/12/19).
Alutsista yang dimaksud adalah proyek pesawat tempur bernama Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX).
Proyek tersebut sudah direncanakan hingga target produksi. Kepala Program KFX/IFX dari PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau PTDI Heri Yansyah mengungkapkan, jumlah pesawat yang akan diproduksi mencapai 168. Korea akan memiliki 120 pesawat dan Indonesia 48 pesawat.
Baca juga: Prabowo Tawarkan Senjata Buatan RI ke Republik Laos
“Pesawat ini akan memiliki kemampuan khusus, salah satunya ialah perusak sistem elektronik musuh atau disebut jammer electronic,” ujar Heri di Jakarta, dilansir Detik.com, Rabu (8/11/19) lalu.
Heri mengatakan, pesawat tersebut bisa nge-jam secara elektronik. Ia menyebutnya dengan istilah perang elektronik, yakni elektronik lawan bisa kita jam sehingga tidak berfungsi.
Heri mengklaim pesawat yang dikembangkan ini masuk kategori semi siluman. Pasalnya, pesawat itu sulit dilacak oleh radar namun karena letak senjatanya di luar, membuatnya masih bisa terbaca radar.
Tak hanya itu, pesawat supersonik ini juga dilengkapi sistem radar yang bisa menangkap pergerakan lawan dari segala penjuru. Sistem itu pun bisa menangkap pergerakan sejumlah lawan.
Baca juga: Kabulkan Permintaan Forum Peduli Papua Maju, Prabowo Bakal Perbanyak Prajurit Asal Papua
“Kemampuan khususnya dia multi rule medium. Menggunakan advance avionik artinya menggunakan radar yang menangkap lawan target di atas dan di bawah, juga dilengkapi optical targeting system, sebagai mata bisa menangkap beberapa lawan,” jelas Heri.
Mengenai harga pesawat, Heri mengaku belum bisa menyebutkannya. Sebab, untuk produksi massal akan diatur lagi dalam kesepakatan.
“Nanti itu kan kalau produksi pesawat, kita jual kan ada harga pesawat, nanti ada perhitungan lagi. Beda perhitungan development cost yang lebih mahal, dibandingkan harga pesawat untuk produksi. Kalau produksi kan sudah sertifikasi dan tinggal produksi,” ucapnya.
Namun Heri mengatakan, Indonesia dan Korea Selatan mengucurkan investasi sebesar 8,7 triliun won untuk pengembangan. Sementara jumlah pesawat purwarupa yang dibuat adalah 8 pesawat dengan rincian enam diterbangkan dan dua pesawat tidak terbang karena hanya untuk uji struktur.
Baca juga: Sindir Prabowo yang Keliru Menilai Investor China, Demokrat: Jadi Ingat Waktu Gebrak-Gebrak Podium!