Pertamina Lagi, Kali ini Soal Monopoli LPG dengan Keuntungan 10 Kali Lipat

TIKTAK.ID – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) diketahui telah secara resmi memulai penyelidikan awal atas dugaan monopoli dalam penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) Non Subsidi di pasar midstream yang dilakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN). KPPU menyepakati mengusut kasus yang melibatkan entitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut dalam Rapat Komisi pada 5 Maret 2025 lalu.
“KPPU berinisiatif memulai penyelidikan awal atas dugaan praktik monopoli,” ujar Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU Taufik Ariyanto dalam keterangan tertulis, pada Minggu (9/3/25), seperti dilansir Tempo.co.
Penyelidikan awal yang berasal dari kajian KPPU ini bakal berfokus pada pencarian alat bukti terhadap dugaan pelanggaran Pasal 17 UU Nomor 5 Tahun 1999. Sejak tahun lalu, KPPU sudah melaksanakan kajian atas penjualan LPG Non Subsidi di Indonesia. KPPU menduga ada pelaku usaha yang memonopoli terhadap penjualan LPG Non Subsidi di pasar midstream atau pasar gas LPG bulk non PSO untuk dikemas ulang.
Baca juga : Wacana Pansus Pertamina Mendadak Tiarap, Komisi XII DPR Tegaskan Percaya Penuh Kejagung
“Dengan menjual harga tinggi dan menikmati keuntungan tinggi (super normal profit),” terang Taufik.
Menurut KPPU, harga LPG Non Subsidi yang tinggi itu diduga mengakibatkan banyak konsumen beralih memakai LPG Subsidi atau kemasan 3 kilogram. Dalam kajiannya, KPPU mengaku mendalami struktur pembentukan harga di sektor tersebut, terutama dari hulu hingga hilir.
Kini penjualan LPG Subsidi sebagai Public Service Obligation (PSO) dilakukan oleh PT PPN. Perusahaan pelat merah tersebut sudah menguasai lebih dari 80 persen pasokan LPG dalam negeri dan LPG impor. PT PPN juga menjual LPG yang tak bersubsidi dengan merek dagang BrightGas. Perusahaan ini pun menjual gas secara bulk kepada perusahaan lain, yaitu BlueGas dan PrimeGas, yang merupakan produsen LPG tabung Non Subsidi.
Baca juga : Adik Prabowo Datangi Kediaman Jokowi di Solo, Agenda Apa?
Dalam penjualan pada 2024, KPPU menemukan adanya keuntungan yang tinggi atau super normal profit dari penjualan LPG Non Subsidi, yakni sebesar 10 kali lipat dibandingkan laba penjualan LPG Subsidi, atau sekitar Rp1,5 triliun.
“KPPU menduga perilaku eksklusif dan eksploitatif PT PPN lewat penjualan LPG dengan harga yang lebih tinggi kepada konsumen downstream yang juga merupakan pesaing langsung PT PPN di pasar LPG Non Subsidi,” jelas Taufik.