TIKTAK.ID – Dengan terus menganasnya virus Corona, negara kecil lelah untuk menunggu giliran mendapatkan vaksin melalui program Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga mereka mencari jalan keluar masing-masing untuk berburu vaksin melalui kesepakatan pribadi.
Salah satunya adalah Honduras. Negara itu “tidak dapat menunggu proses birokrasi” untuk memberikan “ketenangan” kepada warga yang menunggu untuk vaksin Covid-19, kata Presiden Dewan Bisnis Swasta Honduras, Juan Carlos Sikaffy yang membantu menyelesaikan pembelian vaksin dengan menyediakan jaminan bank, seperti yang dilaporkan the Associated Press, Sabtu (6/2/21).
Tidak seperti wabah penyakit di masa lalu, yang banyak negara miskin umumnya menunggu vaksin dikirimkan oleh PBB dan organisasi lain, kini banyak yang mengambil tindakan sendiri. Situasi ini membuat para ahli semakin khawatir bahwa upaya mandiri ini dapat merusak program PBB untuk memberikan suntikan vaksin Covid-19 kepada orang-orang yang paling membutuhkan di seluruh dunia.
Negara-negara miskin seperti Serbia, Bangladesh, dan Meksiko baru-baru ini mulai memvaksinasi warganya melalui donasi atau kesepakatan komersial -sebuah pendekatan yang dapat menyisakan lebih sedikit vaksin untuk program yang dikenal sebagai COVAX, karena negara-negara kaya telah mengambil sebagian besar pasokan vaksin untuk tahun ini.
Dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia, sebuah koalisi untuk kesiapsiagaan epidemi yang dikenal sebagai CEPI dan aliansi vaksin yang disebut GAVI, COVAX dibentuk untuk mendistribusikan vaksin Covid-19 secara adil. Negara dapat bergabung untuk membeli vaksin atau mendapatkan suntikan sumbangan.
Seorang diplomat di misi Afrika Selatan di Jenewa, Mustaqeem De Gama mengatakan “tingkat keputusasaan” ini dipicu oleh penyebaran varian virus dan “ketidakpastian kapan vaksin COVAX mungkin tiba”. Dia meragukan bahwa negara-negara yang mendaftar untuk COVAX “bahkan akan mendapatkan 10% dari apa yang mereka butuhkan”.
Bahkan jika upaya tersebut berhasil, tujuan yang dinyatakan COVAX adalah memvaksinasi kurang dari 30% orang di negara miskin, yang berarti bahwa Pemerintah harus mencari sumber lain untuk mendapatkan suntikan yang cukup untuk mencapai kekebalan kelompok di negaranya.
Presiden Serbia, Aleksandar Vucic mengatakan negaranya terpaksa memotong kesepakatannya sendiri setelah menyaksikan negara-negara kaya berebut untuk mendapatkan kesempatan langka mendapatkan vaksin. Dia mengkritik negara yang, katanya, membeli lebih banyak dosis vaksin daripada yang mereka butuhkan.
“Seolah-olah mereka berniat untuk memvaksinasi semua kucing dan anjing mereka,” katanya.
Meskipun Serbia telah membayar 4 juta Euro untuk COVAX pada tahun lalu, namun mereka belum menerima suntikan vaksinasi jenis apa pun. Akhirnya pada bulan lalu mereka memulai kampanye imunisasi dengan vaksin dari Pfizer, Sinopharm China, dan Rusia.
Penundaan produksi baru-baru ini di Eropa meningkatkan kekhawatiran terkait apakah produsen vaksin akan dapat memenuhi pesanan berlipat ganda.
“Ada begitu banyak kesepakatan yang ditandatangani sehingga saya pikir sulit untuk melihat bagaimana jumlahnya bisa bertambah untuk semua dosis yang dipesan agar benar-benar diproduksi di masa mendatang,” kata pakar kesehatan masyarakat dan Wakil Presiden Eksekutif dari Pusat Perkembangan Global, Amanda Glassman.
Meksiko mulai memvaksinasi petugas kesehatan mereka pada Desember lalu karena perjanjian pembelian langsung dengan Pfizer, tetapi kemajuannya lambat. Dalam beberapa minggu terakhir, negara itu memberikan persetujuan darurat untuk vaksin Sputnik V Rusia, tetapi mengatakan bahwa batch pertama kemungkinan akan tiba pada bulan ini.
Penasihat kebijakan vaksin senior di Doctors Without Borders, Kate Elder mengatakan negara berkembang tidak boleh dikritik karena mengamankan kes…