TIKTAK.ID – Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) diketahui meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyelidiki kasus pembunuhan tersebut hingga tuntas sampai ke otak peristiwa kejahatan.
Koalisi yang terdiri dari sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) tersebut telah menyusun legal opinion, yang bisa menjadi pertimbangan agar perkara itu dapat diselidiki lebih lanjut oleh Komnas HAM. Mereka mengatakan bahwa pembunuhan tersebut sudah memenuhi syarat agar perkara dinyatakan sebagai pelanggaran HAM Berat.
Menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, keterlibatan Komnas HAM menjadi penting, supaya kasus itu tidak memakai konsep hukum pidana biasa yang mengenal kedaluwarsa atau batas waktu penuntutan.
Baca juga : Muncul Isu Pemilu 2024 Diundur, Demokrat: Fokus Bantu Pemerintah Tangani Pandemi!
“Proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap kasus Cak Munir harus dinyatakan tidak mengenal batas waktu sebagaimana dalam konsep hukum pidana biasa. Sebab, ini menyangkut sifat dari kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat,” ujar Arif yang juga perwakilan KASUM dalam konferensi pers, seperti dilansir CNN Indonesia, Kamis (19/8/21).
Untuk diketahui, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan batas waktu penuntutan terhadap perkara pembunuhan dengan ancaman hukuman mati hanya 18 tahun sejak perkara itu terjadi. Kasus Munir terjadi pada 7 September 2004, sehingga akan kedaluwarsa pada 2022 mendatang.
Kemudian KASUM menilai kasus pembunuhan ini harus ditinjau secara lebih luas. Pasalnya, ada banyak fakta yang terungkap selama pengadilan mengadili aktor-aktor lapangan pembunuhan Munir.
Baca juga : Pakar Hukum Tata Negara Soal Isu Amendemen UUD 1945: Urgensi dan Waktunya Tidak Pas
Sekadar informasi, dua terpidana dalam perkara ini telah bebas. Terpidana pertama adalah Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot pesawat Garuda yang divonis 14 tahun penjara. Ia bebas pada 29 Agustus 2018 usai mendapatkan remisi 4 tahun 6 bulan 20 hari. Ia pun telah meninggal pada 17 Oktober 2020 akibat sakit. Sementara terpidana kedua ialah mantan Dirut Garuda, Indra Setiawan.
Lebih lanjut, Arif menjelaskan bahwa dari penelusuran, diduga ada keterlibatan Badan Intelijen Negara (BIN) yang merencanakan aksi pembunuhan terhadap Munir. Ia memaparkan, setidaknya terdapat sejumlah unsur yang bisa menguatkan pembunuhan Munir sebagai bagian dari pelanggaran HAM Berat.