TIKTAK.ID – Mantan Sekretaris Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Muhammad Said Didu menyampaikan permintaan maaf terkait cuitannya yang menyindir Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Melalui akun Twitter, Said mengklaim telah terjadi kesalahpahaman atas pengertian diksi “menggebuk” yang ia gunakan. Menurutnya, ia menggunakan tanda kutip dalam kata tersebut dimaksudkan untuk meluruskan maksudnya secara hukum.
“Atas kesalahan itu, maka jika ada pihak merasa tersinggung dengan mention saya tersebut (yang saya sudah hapus beberapa waktu setelah saya tulis), saya mohon maaf,” kata Said lewat akun @msaid_didu pada Rabu (23/12/20) malam, seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Said mengaku dirinya tak menuduh pihak mana pun dalam cuitan tersebut, terutama Menag. Oleh sebab itu, ia menghapus cuitan itu demi kebaikan semua pihak.
Baca juga : Prabowo-Sandi Gabung Jokowi, Pengamat Sebut Begini Soal ‘Cebong-Kampret’
“Saya sama sekali tidak menuduh siapa pun dalam mention, apalagi Bapak Menag Yaqut Cholil Quomas,” ucap Said.
Perlu diketahui, Said Didu dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh Ketua Pimpinan Anak Cabang Ansor Jagakarsa Wawan atas nama pribadi. Isi cuitan Said Didu yang diduga telah menghina Gus Yaqut yakni, “Terima kasih atas penjelasan Mas Qodari, akhirnya kami tahu bahwa Presiden menginginkan Menag untuk ‘menggebuk’ Islam, sekali lagi terima kasih”.
“Tadi kami telah melaporkan akun twitter Muhammad Said Didu, dan sudah diterima Bareskrim,” terang Wawan kepada wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/12/20).
Baca juga : 6 Fakta Terkait Sandiaga Uno yang Resmi Jadi Menteri Jokowi
Wawan menyebut laporan itu telah diterima polisi dengan nomor LP/B/0719/XII/2020/BARESKRIM tertanggal 23 Desember 2020. Ia menjelaskan, laporan itu dibuat karena pernyataan Said tersebut dinilai terlalu menghakimi Gus Yaqut. Padahal, ia mengatakan Ketua Umum GP Anshor itu baru saja dilantik menjadi Menteri Agama.
“Isi Twitternya itu sudah di screenshot, mengenai Bapak Presiden menginginkan Menag untuk menggebuk Islam. Bisa lihat ada ujaran kebencian terkait SARA, yang kedua tentang 207 KUHP penghinaan terhadap penguasa,” tutur Wawan.
Wawan pun menduga telah terjadi pelanggaran dugaan tindak pidana ujaran kebencian atau permusuhan individu dan antar golongan (SARA) serta kejahatan terhadap penguasa umum.