
TIKTAK.ID – Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin pada Rabu (17/2/22) mengatakan upaya AS yang terus menuduh Rusia akan menginvasi Ukraina telah merusak ekonomi dan stabilitas sosial negara itu, dan berharap AS menghentikan penyebaran informasi bohong tersebut.
Sebelumnya, pada Jumat lalu, Bloomberg mengklaim, mengutip sumber anonim, bahwa Rusia berencana untuk menyerang Ukraina pada 15 Februari, dengan menghasut provokasi di wilayah Donbas yang memisahkan diri atau meluncurkan serangan ke Kiev, seperti yang dilansir Sputniknews.
Pada hari yang sama, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan kampanye Barat atas tuduhan serangan Rusia ke Ukraina merupakan terorisme informasi sambil menegaskan kembali bahwa pasukan Rusia melakukan latihan militer di wilayahnya sendiri dan pada jadwalnya sendiri, yang seharusnya tidak menjadi perhatian negara mana pun.
“Selama berhari-hari, AS telah memainkan ancaman perang dan menciptakan suasana ketegangan. Ini telah berdampak serius pada ekonomi, stabilitas sosial dan kehidupan masyarakat di Ukraina, dan menambah hambatan untuk memajukan dialog dan negosiasi antara pihak-pihak terkait,” kata Wang.
Dia menambahkan bahwa China memperhatikan pernyataan Rusia baru-baru ini bahwa Barat menggunakan “terorisme informasi” dalam krisis Ukraina sambil mencatat bahwa “15 Februari 2022, akan dicatat dalam sejarah sebagai hari kegagalan propaganda Barat”.
“Kita harus menunjukkan bahwa justru hyping dan penyebaran disinformasi yang terus-menerus oleh beberapa orang di Barat yang telah menambah lebih banyak turbulensi dan ketidakpastian ke dunia yang sudah penuh dengan tantangan dan mengintensifkan ketidakpercayaan dan perpecahan,” kata Wang.
Dia juga mencatat bahwa tindakan AS telah memperdalam garis patahan antara pihak-pihak yang terlibat, menghambat dialog dan negosiasi.
“Kami berharap pihak-pihak terkait dapat menghentikan kampanye disinformasi semacam itu dan melakukan lebih banyak hal yang bermanfaat bagi perdamaian, rasa saling percaya, dan kerja sama,” tambah Wang.
Awal bulan ini, Amerika Serikat dan sekutu Eropanya mengklaim bahwa Rusia mengumpulkan lebih dari 100.000 tentara di perbatasan Ukraina, merencanakan invasi yang mungkin terjadi “setiap saat”.
AS berjanji untuk meningkatkan pasukan tambahan yang dikirim ke Polandia hingga 5.000, sementara NATO mendesak sekutunya untuk memberikan bantuan militer ke Ukraina guna mencegah potensi agresi di sisi timur aliansi.
Padahal, Moskow telah berulang kali membantah memiliki niat untuk menyerang negara mana pun, dengan mengatakan bahwa ketakutan yang meningkat digunakan sebagai dalih untuk memajukan kehadiran militer NATO di Eropa Timur.