Wakil Ketua DPR Soal Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR: Belum Saatnya
TIKTAK.ID – Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa wacana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak tepat dilakukan saat ini. Khususnya, kata Dasco, terkait pemilihan presiden atau Pilpres yang ditunjuk langsung oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
“Menurut saya pada saat-saat seperti ini sebaiknya wacana-wacana seperti itu tidak pada saatnya,” ujar Dasco di Jakarta Selatan, pada Jumat (7/6/24), seperti dilansir Sindonews.com.
“Karena situasi menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), menjelang pelantikan presiden dan wakil presiden. Saya pikir isu atau wacana-wacana itu tak perlu pada saat ini,” imbuh Dasco.
Baca juga : Tolak Tawaran Dukungan Bersyarat PDIP, Khofifah: Saya dan Emil Dardak Satu Paket
Di sisi lain, Dasco mengeklaim telah memeriksa terkait usulan yang masih menjadi wacana tersebut.
“Fraksi-fraksi di DPR itu juga belum mengambil sikap terhadap wacana itu,” jelas Dasco.
Dasco yang juga menjabat sebagai Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu pun menyebut partai politik (parpol) di DPR belum diajak bicara mengenai wacana tersebut.
“Iya jadi bila dibilang seluruh parpol sudah sepakat saya ada cross check, bahwa ternyata juga parpol-parpol belum diajak bicara, jadi hanya wacana saja,” terang Dasco.
Baca juga : Indonesia Dukung Putusan Mahkamah Internasional yang Perintahkan Israel Setop Serang Rafah
Sementara itu, Rektor Universitas Paramadina, Didik J Rachbini menganggap Pemerintah harus punya argumen yang kuat jika wacana usulan Pilpres kembali dipilih oleh MPR RI. Dia menjelaskan, hal itu karena perubahan sistem Pemilu yang awalnya diwakili oleh MPR menjadi dipilih langsung oleh masyarakat se-Indonesia lantaran perubahan sosial.
“Apa argumennya? Reformasi 25 tahun yang lalu mengubah demokrasi menjadi sistem pemilihan langsung yang mengagetkan seluruh rakyat Indonesia akibat banyak ekses negatif politik uang, konflik dan partai-partai yang seolah tidak siap menghadapi sistem seperti ini,” tegas Didik, pada Sabtu (8/6/24), mengutip Viva.co.id.
Didik mengakui kalau sistem demokrasi Indonesia sekarang sudah semrawut, bahkan banyak terjadi politik uang dan sistem yang buruk. Meski begitu, dia menyatakan tingkat literasi rakyat sudah sangat tinggi, yaitu mencapai 97 persen.
“Kondisi ini menjadi argumen untuk tak kembali ke belakang karena alasan sangat liberal dan perilaku politik uang para politisi sudah semakin menggila,” terangnya.
Menurut Didik, bila pada praktiknya sistem politik yang berjalan saat ini banyak pelanggaran dan kesemerawutan, tapi bukan berarti infrastrukturnya yang malah dibongkar dan diganti lain, atau kembali ke wacana awal presiden dipilih MPR RI.