
TIKTAK.ID – Amnesty Internasional Indonesia mengatakan bahwa pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), adalah bentuk pengingkaran terhadap aspirasi publik.
Menurut Deputi Direktur Amnesty Indonesia, Wirya Adiwena, tidak seharusnya DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat mengabaikan fakta penolakan keras terhadap UU Cipta Kerja.
“Langkah DPR (mengesahkan Perppu Cipta Kerja) itu gegabah,” ujar Wirya melalui siaran pers Amnesty Indonesia di Jakarta, pada Kamis (23/3/23), seperti dilansir Republika.co.id.
Baca juga : Novel Baswedan Buka Suara Soal Transaksi Janggal Rp300 Triliun di Kemenkeu
Kemudian Wirya menyebut UU Cipta Kerja sejak awal pembentukannya sudah bermasalah. Dia menilai UU Cipta Kerja juga memperoleh penolakan keras dari berbagai kalangan di masyarakat.
Wirya memaparkan bahwa penolakan tersebut tak hanya isi dalam beleid yang dianggap banyak merugikan masyarakat, khususnya kelas pekerja dan buruh, namun juga dinilai cacat formal sebagai produk undang-undang.
Hal itu pun semakin kuat saat Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja merupakan produk legislasi yang inkonstitusional sehingga mewajibkan Pemerintah bersama-sama DPR agar memperbaiki beleid tersebut. Namun Pemerintah justru melawan putusan MK tersebut, dengan menerbitkan Perppu Cipta Kerja. Semakin fatal bentuk pengingkaran terhadap konstitusi itu, saat DPR turut mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi UU.
Baca juga : Tips Mahfud MD Hadapi Binatang Buas: Pegang Pawang atau Plester Mulutnya
“Sejak awal UU Cipta Kerja dan Perppu Cipta Kerja sudah bermasalah,” ucap Wirya.
“Dengan penerbitan dan pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, berarti Pemerintah dan DPR sama-sama tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi,” imbuhnya.
Menurut Wirya, latar belakang penggunaan Perppu untuk membangkangi putusan MK semakin menambah cacat konstitusional Pemerintahan saat ini, dalam menyikapi protes publik atas keberadaan UU Cipta Kerja.
“Sebab, tak ada unsur kedaruratan dalam penerbitan Perppu tersebut seperti yang diklaim Pemerintah selama ini dalam penerbitan Perppu,” tegas Wirya.
Baca juga : Politisi PDIP Bahas Peluang Duet Prabowo-Ganjar, Ganjar-Prabowo Hingga Megawati-Prabowo
Sekadar informasi, ide soal UU Cipta Kerja pertama kali dicetuskan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada Oktober 2019 lalu, ketika pelantikan periode kedua kepemimpinannya, Jokowi mengampanyekan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Draft RUU Cipta Kerja tersebut pun secepat kilat disusun oleh Pemerintah, dan rampung hanya dalam waktu dua bulan. Selanjutnya pada Februari 2020, RUU Cipta Kerja masuk dalam program legislasi nasional di DPR, lalu pada April 2020 DPR mulai melakukan pembahasan.