TIKTAK.ID – Pakistan mengajukan protes keras dengan memanggil seorang diplomat senior AS di Pakistan atas dugaan “campur tangan” AS dalam urusan internal Pakistan, tulis media lokal pada Jumat (1/4/22), seperti yang dilaporkan The Economic Times.
Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS pada Kamis kemarin dengan tegas menolak pernyataan Perdana Menteri Imran Khan atas peran Washington dalam dugaan “konspirasi asing” untuk menggulingkannya dari kekuasaan.
Dalam pidato langsung kepada negara, Khan yang berusia 69 tahun membahas “surat ancaman” dan menyebutnya sebagai bagian dari konspirasi asing untuk menyingkirkannya karena dia mengikuti kebijakan luar negeri yang independen. Ia menyebut AS sebagai negara di balik surat ancaman dengan cara yang tampaknya tidak tepat.
Dunya News mengutip sumber yang mengatakan bahwa diplomat AS itu dipanggil oleh Kantor Luar Negeri (FO) atas sebuah “surat ancaman” yang memperingatkan konsekuensi yang mengerikan jika mosi tidak percaya Oposisi terhadap Khan gagal.
Langkah itu diambil setelah keputusan Dewan Keamanan Nasional Pakistan (NSC) pada Kamis lalu.
Kementerian Luar Negeri juga menyerahkan surat protes kepada diplomat AS atas bahasa yang digunakan pejabat asing dalam komunikasi formal.
Diplomat AS telah diberitahu bahwa “campur tangan dalam urusan internal Pakistan tidak dapat diterima”, kata laporan itu.
NSC memutuskan untuk mengeluarkan demarche yang kuat ke “negara” itu, dalam sebuah interaksi, menyatakan ketidaksenangan atas kebijakan Pakistan di Ukraina dan kemudian Duta Besar Pakistan untuk AS, Masood Khan mengirim surat ke Kantor Luar Negeri tentang masalah ini.
Perdana Menteri Khan mengaitkan surat itu dengan mosi tidak percaya terhadap dirinya oleh Oposisi di Majelis Nasional. Majelis Nasional dijadwalkan untuk memberikan suara pada mosi tidak percaya pada Minggu nanti.
Pidato Khan disampaikan pada saat kritis dalam karier politiknya ketika ia kehilangan mayoritas setelah membelot dari partainya Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI). Dua partai sekutunya juga menarik dukungan mereka dan bergabung dengan barisan Oposisi.
AS telah menegaskan bahwa mereka tidak mengirim surat apa pun ke Pakistan tentang situasi politik saat ini di negara itu karena berusaha untuk membantah tuduhan keterlibatan Amerika dalam mosi tidak percaya terhadap Pemerintah yang dipimpin Imran Khan.
Khan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin di Kremlin pada 24 Februari, hari ketika pemimpin Rusia memerintahkan “operasi militer khusus” melawan Ukraina. Khan juga menjadi Perdana Menteri Pakistan pertama yang mengunjungi Rusia dalam 23 tahun setelah mantan PM Nawaz Sharif melakukan perjalanan ke Moskow pada 1999.