TIKTAK.ID – Hamas yang menguasai wilayah Gaza dan Fatah yang berpusat di Tepi Barat setuju untuk mengadakan pemilihan umum Palestina pertama setelah hampir 15 tahun, kata para pejabat dari kedua belah pihak kepada AFP, Kamis (24/9/20).
Pemungutan suara akan dijadwalkan dalam enam bulan ke depan di bawah kesepakatan yang dicapai antara Pemimpin Fatah, Mahmud Abbas dan Kepala Politik Hamas, Ismail Haniyeh.
“Kami telah sepakat untuk pertama-tama mengadakan pemilihan legislatif, kemudian pemilihan presiden Otoritas Palestina, dan terakhir Dewan Pusat Organisasi Pembebasan Palestina,” kata Jibril Rajub, seorang pejabat senior Fatah.
Pemilihan parlemen Palestina terakhir kali diadakan pada 2006 ketika Hamas menang telak secara tak terduga.
Seorang pejabat tinggi Hamas, Saleh al-Arouri mengatakan bahwa kesepakatan itu dicapai selama pertemuan yang diadakan di Turki.
“Kali ini kami mencapai konsensus yang nyata,” katanya, berbicara kepada AFP melalui saluran telepon dari Istanbul.
“Perpecahan telah merusak tujuan nasional kami dan kami sedang bekerja untuk mengakhirinya,” Arouri menambahkan.
Kedua belah pihak membentuk Pemerintah Persatuan setelah pemungutan suara 2006, tetapi segera bubar dan memicu meletusnya bentrokan berdarah di Jalur Gaza antara kedua belah pihak pada tahun berikutnya.
Hamas sejak itu memerintah Gaza, sementara Fatah menjalankan Otoritas Palestina yang berbasis di kota Ramallah, Tepi Barat.
Berbagai upaya rekonsiliasi telah diupayakan, namun tetap saja gagal menutup keretakan, termasuk perjanjian pertukaran tahanan pada 2012 dan Pemerintahan Persatuan yang berumur pendek pada dua tahun kemudian.
Sementara pembicaraan baru-baru ini dipicu oleh dua negara Arab —Uni Emirat Arab dan Bahrain— yang menormalisasi hubungan mereka dengan Israel dan disebut oleh Palestina sebagai sebuah pengkhianatan.
Kesepakatan dua negara Arab tersebut mengabaikan konsensus Arab yang selama puluhan tahun dipegang teguh bahwa hubungan dengan negara Yahudi tidak boleh dinormalisasi sampai telah ditandatangani kesepakatan damai yang komprehensif dengan Palestina.
Sebagai ungkapan rasa kekecewaannya, Palestina akhirnya mundur dari kursi Ketua Pertemuan Liga Arab.
Sebelumnya, pada awal bulan ini, Palestina gagal membujuk Liga Arab untuk mengutuk negara-negara yang mulai menormalisasi hubungannya dengan Israel.
Palestina seharusnya memimpin pertemuan Liga Arab selama enam bulan ke depan, tetapi Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki mengatakan pada konferensi pers di kota Ramallah, Tepi Barat bahwa mereka tidak lagi menginginkan posisi itu.
“Palestina telah memutuskan melepas haknya untuk memimpin dewan Liga [Menteri Luar Negeri] pada sesi saat ini. Tidak ada kehormatan melihat orang Arab terburu-buru memutuskan untuk normalisasi selama masa kepresidenannya,” kata Maliki.