
TIKTAK.ID – Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan Brussel telah mengambil sikap agresif terhadap negara Beruang Merah itu, sehingga mendorong Rusia untuk menanggapi dengan memperlakukan hal yang sama terhadap mereka.
Rusia memperluas daftar hitamnya untuk Uni Eropa, sebagai respons atas sanksi yang diberlakukan oleh negara-negara Eropa kepada Rusia, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan pada Kamis lalu.
“Menanggapi tindakan Uni Eropa, Rusia telah memutuskan untuk memperluas daftar perwakilan negara anggota Uni Eropa dan lembaga yang dilarang masuk ke Federasi Rusia,” katanya dalam pernyataan resmi, tulis Sputniknews, Rabu (23/9/20).
Dia menekankan bahwa jumlah orang dalam daftar hitam tersebut sama dengan daftar serupa yang diterbitkan oleh Uni Eropa, dan menambahkan bahwa blok tersebut telah mengambil beberapa langkah tidak ramah terhadap warga Rusia, menggunakan sanksi sebagai alasan yang “tidak masuk akal”.
Zakharova merujuk pada kasus Navalny, dia mengecam Jerman karena menolak bekerja sama dalam masalah ini dan menekankan bahwa penyelidikan yang diluncurkan oleh polisi Rusia tidak dapat dilaksanakan dengan baik tanpa informasi dari Berlin.
“Tidak ada bukti keterlibatan Rusia -atau mereka menyebutnya “jejak Rusia”- dalam apa yang terjadi, dan tidak mungkin ada,” kata diplomat itu.
Navalny jatuh sakit parah selama penerbangan domestik pada 20 Agustus lalu dan setelah melakukan pendaratan darurat di Omsk, dia segera dibawa ke rumah sakit, kemudian mengalami koma. Dua hari kemudian, setelah petugas medis yakin dia bisa diangkut dengan aman, pihak berwenang menyetujui permintaan dari keluarganya, yang memungkinkan dia untuk dipindahkan ke rumah sakit Charite di Berlin guna perawatan lebih lanjut.
Belakangan, Berlin mengklaim bahwa para dokter telah menemukan jejak agen saraf dari kelompok Novichok dalam tes Navalny dan bahwa temuan itu telah dikonfirmasi oleh laboratorium di Swedia dan Prancis.
Moskow menekankan bahwa para dokter Rusia tidak menemukan zat beracun itu dalam sampel darah Navalny dan meminta Jerman untuk memberikan bukti -yang ditolak Berlin, dengan mengatakan bahwa informasi itu dikecualikan.