TIKTAK.ID – Presiden Brasil, Jair Bolsonaro terpaksa harus memperpanjang masa karantinanya selama dua minggu ke depan setelah hasil tes kembali menyatakan dirinya positif Covid-19, kata Kantor Kepresidenan, Rabu (22/7/20), tulis France24.
Pemimpin sayap kanan itu, telah mendapat hujan kritik karena meremehkan pandemi dan mencela langkah-langkah menjaga jarak sosial. Dia kini mendekam dalam isolasi diri di Istana Kepresidenan Brasilia sejak pertama kali dinyatakan positif Covid-19 pada 7 Juli.
“Kesehatan Presiden Jair Bolsonaro terus membaik, dia di bawah perawatan tim medis kepresidenan,” kata Kantor Kepresidenan melalui sebuah rilisnya.
“Tes (coronavirus) baru yang dilakukan kemarin terhadap Presiden kembali positif.”
Bolsonaro (65), terkenal suka membandingkan virus Corona dengan “flu ringan” dan menyerang sinis protokol tinggal di rumah dan pedoman lain dari pejabat kesehatan publik.
Sampai akhirnya dia terinfeksi, secara teratur dia berjalan-jalan di Brasilia tanpa menggunakan masker, berpelukan dan berjabat tangan dengan para pendukungnya dan mendesak negara terbesar di Amerika Latin itu untuk kembali membuka tempat-tempat bekerja meskipun penyebaran virusnya terus melaju dengan cepat.
Sejak dinyatakan positif setelah mengalami demam dan kelelahan, Bolsonaro bekerja melalui konferensi video dari kediaman presiden, di Istana Alvorada. Pada minggu lalu, dia mengakui tak tahan dengan rutinitas yang dikerjakan selama masa karantina.
Menyusul hasil tes positif terbaru, untuk ketiga kalinya sejak terinfeksi, Bolsonaro “menunda tanpa batas” perjalanan yang akan datang ke negara bagian utara-timur Piaui dan Bahia, kata Kantor Kepresidenan kepada AFP.
Pada Minggu kemarin, Bolsonaro menyapa para pendukung di kediamannya, yang dipisahkan oleh kolam pemantul selebar dua meter.
Dia melepas masker untuk berbicara dengan mereka dan dengan bangga mengangkat kotak hidroksiroklorokin, obat anti-malaria yang dia gunakan untuk melawan infeksi.
Baik Bolsonaro maupun Presiden AS Donald Trump, yang ia kagumi, telah menggembar-gemborkan obat tersebut sebagai pengobatan untuk Covid-19, meskipun kurangnya bukti ilmiah terkait efektivitasnya.
Brasil adalah negara yang paling parah dihantam oleh pandemi, setelah Amerika Serikat. Negara itu mencatat hampir 2,2 juta kasus infeksi dan lebih dari 80.000 meninggal karena Covid-19.