Kenali Perbedaan Gejala DBD dan Influenza

TIKTAK.ID – Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi momok bagi masyarakat Indonesia, apalagi pada musim pancaroba. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut jumlah kejadian DBD mencapai 131.265 kasus pada 2022.
Sebanyak 40 persen di antaranya dialami oleh anak usia 0-14 tahun, dan angka kematian akibat DBD mencapai 1.135 kasus dengan 73 persen terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Hal itu tentu menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Terlebih gejala DBD biasanya mirip seperti flu atau influenza.
Pada dasarnya, gejala DBD dan flu memang punya kemiripan, yaitu demam. Beberapa gejala penyerta kedua penyakit itu pun serupa, mulai dari sakit kepala, mual, hingga nyeri otot, tulang, atau sendi. Meski begitu, bukan berarti kedua penyakit itu tidak memiliki perbedaan gejala.
Umumnya, anak yang menderita influenza juga mengalami gejala gangguan pernapasan, seperti pilek, hidung tersumbat, atau batuk. Sedangkan DBD tidak menyebabkan gangguan tersebut. Perbedaan tersebut dapat menjadi pemandu bagi orangtua supaya DBD tidak terlambat tertangani.
Kemudian orangtua juga perlu mewaspadai jika anak mengalami demam tinggi selama tiga hari. Tes darah lengkap wajib dilakukan guna mengetahui kemungkinan terinfeksi DBD.
Selain itu, jangan sampai terlena apabila demam pada anak turun tiba-tiba, karena hal itu merupakan bagian dari fase pelana kuda yang menjadi ciri khas DBD. Fase pelana kuda DBD sendiri terdiri dari tiga fase.
Pertama, fase demam (febrile phase), yakni seseorang akan mengalami demam tinggi hingga 40 derajat Celcius dalam kurun waktu 2-7 hari. Pada fase ini, sejumlah gejala timbul, seperti mual, muntah, sakit kepala, sakit tenggorokan, muncul bintik merah, hingga nyeri pada otot, tulang, dan sendi.
Kedua, fase kritis (critical phase), saat pasien DBD merasakan kondisi tubuhnya membaik karena suhu tubuh perlahan menurun. Pasien juga merasa mampu beraktivitas kembali karena merasa sudah sembuh.
Akan tetapi, fase tersebut justru perlu mendapat perhatian serius karena terbilang sebagai fase paling berbahaya. Sebab, gejala demam turun biasanya diiringi dengan penurunan jumlah trombosit di batas normal. Penurunan keping darah dapat menimbulkan pendarahan dan kebocoran plasma darah.
Kondisi tersebut pun bisa menyebabkan pasien syok, bahkan berpotensi mengancam nyawa. Fase kritis ini berlangsung selama 24-48 jam yang dapat terjadi 3-7 hari sejak demam berlangsung. Untuk itu, cairan tubuh pasien harus terus dipantau.
Ketiga, fase pemulihan (recovery phase) yang berlangsung selama 48-72 jam setelah fase kritis. Kadar trombosit pada tubuh akan mengalami peningkatan yang relatif cepat hingga kembali ke kadar normal.