TIKTAK.ID – Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Fadli Zon, diketahui menantang Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk berdebat secara terbuka mengenai populisme Islam. Sebab, Fadli menyatakan Yaqut tidak seharusnya mengurusi soal populisme Islam. Untuk itu, ia mempertanyakan tugas Yaqut sebagai Menag.
“Ayo kita berdebat di ruang publik tentang apa itu ‘populisme’, ‘populisme Islam,’ dan apa urusannya Menag ngurusi ini, serta apa tupoksinya?” ujar Fadli melalui akun Twitter @fadlizon, seperti dilansir CNN Indonesia, Senin (28/12/20).
Kemudian melalui akun YouTube Fadli Zon Official, ia membahas salah kaprah aparat dan Pemerintah dalam menyikapi gerakan Islam. Ia pun mengatakan tidak sepakat dengan cara Pemerintah mengaitkan Islam dengan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
Baca juga : Viral, Sambutan Pertama Risma di Depan Pegawai Kemensos Bikin ‘Ngeri’!
Selain itu, Fadli juga mengaku tak sepakat dengan cara Pemerintah yang dinilainya telah menstigma pihak-pihak yang berseberangan dengan label radikal. Menurut Fadli, cara-cara semacam itu pernah dilakukan oleh Kolonial Belanda.
Lebih lanjut, Fadli mengutip buku “Indonesian Problem: Facts and Factors; What Happened Since the End of the Pacific War”, yang diterbitkan pada 1947 di Batavia.
“Istilah-istilah terorisme dan ekstremisme itu ada banyak di sini. Contohnya Bung Tomo, Soetomo ditulis di sini seorang teroris, pemimpin teroris yang sangat terkenal dan diangkat jadi letnan jenderal tentara republic, dia orang sangat jahat dan seterusnya,” ucap Fadli, Minggu (28/12/20).
Baca juga : Presiden PKS: Amankan Suara Rakyat yang Tidak Puas Dengan Jokowi!
Untuk itu, Fadli mendesak Pemerintah untuk menghentikan kebiasaan menyematkan label pada pihak-pihak yang berseberangan, terutama dari kalangan umat Islam.
“Sebab, penyematan label hanya akan memecah-belah bangsa kita dan mempermudah intervensi pihak lain yang memanfaatkan situasi,” terangnya.
Perlu diketahui, Menag Yaqut sempat menyampaikan akan menghentikan populisme Islam yang berkembang di Indonesia.
Baca juga : Sandiaga Uno Panen Cibiran Usai Terima Pinangan Jokowi Jadi Menteri
“Agama dijadikan norma konflik, dan dalam bahasa paling ekstrem, siapa pun yang berbeda keyakinannya, maka dia dianggap lawan atau musuh. Yang namanya musuh atau lawan ya harus diperangi. Itu adalah norma yang kemarin sempat berkembang atau istilah kerennya populisme Islam,” jelas Yaqut dalam diskusi virtual, Minggu (27/12/20).