TIKTAK.ID – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni mendesak agar Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditipidsiber) Bareskrim Polri membentuk tim khusus untuk mengusut dugaan kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia. Ia mengatakan perkara perlindungan data pribadi ini harus mendapat perhatian khusus.
“Tugas Siber Polri selain mengusut tuntas penyelewengan data, juga terus memberi edukasi kepada masyarakat. Bahkan jika perlu, Siber Polri membentuk pasukan khusus, karena data ini hal yang sangat sensitif,” ujar Sahroni, Jumat (21/5/21), seperti dilansir CNN Indonesia.
Menurut Sahroni, fenomena kebocoran data ini sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, ia menilai memungkinkan informasi sensitif dan penting warga Indonesia jatuh ke tangan pihak yang tidak bertanggung jawab. Hal itu pun sangat berbahaya dan merugikan negara jika disalahgunakan.
Sahroni menyatakan bahwa sering terjadinya fenomena kebocoran data pribadi menunjukkan otoritas maupun publik di Indonesia belum serius melindungi data penduduk.
“Isu kebocoran data pribadi penduduk ini bukan yang pertama kali. Kemarin juga sudah sempat ada isu jual data pasien Covid-19 di Indonesia,” ucap Sahroni.
“Artinya, Indonesia masih belum serius untuk melindungi data pribadi. Berbeda dengan negara-negara lain yang justru sangat serius memikirkan perlindungan data pribadi warganya. Selain itu, hal ini juga akibat kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap keamanan data pribadinya,” sambungnya.
Sementara itu, Kabareskrim Polri, Komjen Agus Andrianto mengklaim telah membentuk tim khusus di bawah Dirtipidsiber untuk mengusut perkara ini hingga tuntas.
“Saat ini tengah dipersiapkan mindik [administrasi penyidikan] untuk legalitas pelaksanaan anggota di lapangan. Kini dari Kominfo, Kependudukan, dan BPJS sedang mendalami hal kebocoran tersebut,” terang Agus.
Seperti diketahui, data sebanyak 279 juta penduduk Indonesia diduga bocor dan dijual di forum peretas Raid Forums pada 12 Mei 2021. Data yang diunggah oleh akun bernama kotz itu terdiri dari nama lengkap, KTP, nomor telepon, email, NID, dan alamat.
Kemudian akun itu memberikan 1 juta data sampel secara gratis untuk diuji dari 279 juta data yang tersedia. Tidak hanya itu, akun tersebut mengaku memiliki 20 juta data foto pribadi.