TIKTAK.ID – Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengklarifikasi anggapan mengenai dirinya diam saja di kasus kerumunan mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab. Mahfud mengklaim tidak bisa mengintervensi kasus hukum.
“Kalau pandangan hukum bagi saya, itu biarlah putusan pengadilan berjalan. Kadang orang mengatakan, ‘Pak Mahfud kok diam saja’, lah, saya kan bukan hakim. Beda kalau saya dulu hakim MK, memang bisa,” ujar Mahfud dalam dialog dengan Didik Junaidi Rachbini melalui live Twitter, Rabu (29/9/21), seperti dilansir detik.com.
“Ini orang sudah ke pengadilan, lalu hakimnya diberi fakta oleh polisi dan jaksa. Kemudian hakim menganalisis, mencari bukti-bukti lain, lalu memutus seperti itu,” imbuhnya.
Baca juga : Mahfud MD Sebut Gugatan Yusril ke Demokrat ‘Salah Alamat dan Tak Ada Gunanya’, Kok Bisa?
Mahfud pun menilai status hukum HRS sudah jelas. Ia menyatakan vonis 8 bulan penjara untuk kasus kerumunan di Petamburan, Jakarta Pusat, dari hakim kepada HRS adalah keputusan pengadilan.
“Status hukum Habib Rizieq saat ini dia terpidana dalam satu tindakan hukum yang dibuktikan di pengadilan. Keluhan orang itu kok sepertinya enggak adil, tapi itu kan pengadilan. Ya saya selalu mengatakan terserah hakim sajalah, lalu saya tidak ingin konversi ke hukum,” tutur Mahfud.
Mahfud mengaku dirinya memang tidak mengintervensi perkara HRS di pengadilan. Akan tetapi, di luar masalah hukum, seperti kepulangannya dari Arab Saudi, Mahfud ikut mengatur.
Baca juga : Gerindra dan Demokrat Beda Pendapat Soal Pemilu 2024
“Namun pada waktu itu HRS malah mengeluarkan video saya enggak mau dipulangkan oleh Pemerintah yang zalim. Ya terus disuruh sendiri pulang, saya juga yang mengawal pulang. Tidak boleh dijemput? Boleh saya bilang, yang penting diantar ke Petamburan boleh, lalu saya ngajak, ayolah kita atur negara Indonesia ini, atur bersama sama, mari kita ngobrol,” ucap Mahfud.
Mahfud berpendapat salah satu kesalahan HRS yaitu saat berpidato di acara pernikahan anaknya di Petamburan. Dia menganggap hal itu membuat HRS mendapat banyak masalah dengan berbagai pihak.
“Hingga akhirnya ketika ada peristiwa Petamburan, ya semua orang tahu, memaki, bilang lonte-lah. Di situ orang kan mulai gerah, akhirnya TNI bergerak, karena kalau begini terus, bisa kacau, kan. Akhirnya di situ treatment-nya kepada HRS,” terang Mahfud.