Approval Rating Jokowi Tembus 79 Persen, Kok Bisa Setinggi itu?
TIKTAK.ID – Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani memaparkan alasan approval rating Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi) menunjukkan skor yang tinggi, hingga 79 persen. Dia menyebut approval rating bukan hanya mengukur aspek yang rasional saja, tapi juga aspek psikologis.
“Jika ada yang tanya kenapa tinggi banget approval rating Pak Jokowi itu? Kira-kira aktivis tanya seperti itu. Sebab, approval rating itu mengukur bukan hanya aspek yang rasional, namun aspek psikologis juga dihitung di situ,” ujar Saiful dalam diskusi yang ditayangkan via YouTube SMRC TV, pada Sabtu (26/10/24), seperti dilansir Tempo.co.
Menurut Saiful, approval rating merupakan salah satu konsep yang kerap dipakai untuk melihat seberapa jauh kinerja petahana didukung oleh publik. Dia menjelaskan, approval rating menjadi semacam cara menyederhanakan hal-hal yang sangat rumit, mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, keamanan, sampai aspek penegakan hukum.
Baca juga : Apa Alasan Prabowo Terapkan Gaya Militer untuk Gembleng Menterinya?
“Itu ketajaman kita untuk menangkap dan menyederhanakan kerumitan,” tutur Saiful.
Tidak hanya aspek rasional, kata Saiful, di dalam approval rating juga ada aspek yang sifatnya psikologis. Dia mencontohkan, apakah publik suka dan tidak suka dengan Jokowi, atau senang dan tidak senang. Kemudian apakah komunikasinya bagus atau tidak, orangnya menyenangkan atau tidak, serta bagaimana cara dia berpidato, cara menyapa masyarakat, sampai cara tersenyum.
“Kompleksitas dari masalah itu ditangkap oleh masyarakat secara sederhana. Namun tangkapan masyarakat itu dianggap cukup mencerminkan situasi yang kompleks itu,” terang Saiful.
Baca juga : Ternyata Ada Menteri yang Hartanya Lampaui Prabowo, Capai Angka 2,6 Triliun
Saiful mengakui kalau di balik itu sebenarnya ada evaluasi yang sangat kompleks. Dia menilai tidak mungkin masyarakat tahu mengenai seluruh penilaian yang kompleks itu. Misalnya saat berbicara mengenai kondisi ekonomi, inflasi, pembangunan infrastruktur, kinerja KPK, dan penegak hukum. Dia menganggap masyarakat umum yang kurang berpendidikan tidak dapat menghitung semua itu secara detail.
“Padahal, orang yang betul-betul tak tahu sama sekali juga memilih. Itu masalahnya,” jelas Saiful.
Saiful pun menyatakan harus ada teknik untuk menangkap kira-kira bagaimana cara masyarakat dapat menilai kinerja Pemerintah itu, masyarakat seperti apa. Dia melanjutkan, untuk itulah ada aspek yang lebih psikologis, di samping rasional. Seperti ketika Jokowi bagi-bagi beras ke masyarakat. Walaupun, bagi-bagi beras tersebut tak sepenuhnya menanggulangi ekonomi masyarakat secara nyata.
Baca juga :NasDem Sayangkan Pernyataan Bahlil Soal Pertukaran Kursi Ketua MPR dengan Jatah Menteri Golkar
“Waktu itu dia memperoleh beras 1-2 liter, cukuplah untuk dua hari, tapi berikutnya bagaimana? Nah, (masyarakat) itu tidak begitu menilainya, masyarakat pokoknya, Pak Jokowi sudah datang ke kampung saya, sudah bagi-bagi kaos, sudah bagi-bagi uang,” ungkap Saiful.