TIKTAK.ID – Nilai tukar Rupiah sejak pelantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin hingga 100 hari kerja, menunjukkan pergerakan cukup positif. Rupiah menguat dari level Rp14.000-an lebih per US$ hingga mampu bertahan di level Rp13.600-an per US$.
Pada 21 Oktober 2019 atau 1 hari setelah Jokowi-Ma’ruf dilantik, Dolar AS berada pada level Rp14.078. Sejak itu, Rupiah cenderung terus menguat.
Memasuki November 2019, Rupiah semakin mendominasi Dolar AS, dan pada 5 November 2019 Dolar AS sudah berada di level Rp13.968. Selama November 2019 pergerakan nilai tukar tidak menunjukkan perubahan yang berarti, Dolar AS berkutat di kisaran level Rp14.000-an.
Mengutip Detik.com, Bank Indonesia (BI) mencatat pada November 2019, Rupiah secara rata-rata mengalami apresiasi 0,42%. Meskipun secara point to point mengalami depresiasi 0,41% dibandingkan dengan level akhir Oktober 2019.
Kemudian penguatan Rupiah mulai terlihat sejak Desember 2019. Dolar AS mulai kembali meninggalkan level Rp14.000-an pada 13 Desember 2019, tepatnya menyentuh level Rp13.985.
Di hari terakhir 2019, Rupiah mencatatkan penguatan paling tinggi sepanjang tahun. Nilai tukar Rupiah berada di level Rp13.901 per Dolar AS, angka paling kuat sepanjang tahun ini jika dibandingkan sejak 2 Januari 2019.
Memasuki Januari 2020, penguatan nilai tukar Rupiah semakin menjadi dalam waktu hanya tujuh hari. Rupiah bisa menguat 274 poin dari Rp.13.940 di 6 Januari 2020 menjadi Rp13.668 di 13 Januari 2020.
Sedangkan pada 24 Januari 2020, Dolar AS sempat menyentuh level Rp13.573 per US$. BI mencatat penguatan mata uang Garuda itu disebabkan oleh pasokan valuta asing (valas) yang terus meningkat.
Menurut catatan BI pada 22 Januari 2020, Rupiah menguat 1,74% (point to point/ptp) dibandingkan level akhir Desember 2019. Perkembangan tersebut melanjutkan penguatan pada 2019 yang tercatat 3,58% (ptp) atau 0,76% secara rerata.
“Penguatan Rupiah didorong pasokan valas dari para eksportir serta aliran masuk modal asing,” ujar Gubernur BI Perry Wajiyo di gedung BI, Jakarta, Kamis (23/1/20).
Menurutnya, pasokan itu tetap berlanjut sejalan dengan prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga, daya tarik pasar keuangan domestik yang tetap besar, dan ketidakpastian pasar keuangan global yang mereda.
BI juga mencatat posisi cadangan devisa pada akhir Desember 2019 meningkat menjadi US$ 129,2 miliar, atau setara dengan pembiayaan 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standard kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.