
TIKTAK.ID – Survei Charta Politika yang berlangsung pada 20-24 Maret 2021 mengungkapkan bahwa 51,3 persen dari sebanyak 1.200 responden meyakini Pemerintah tidak terlibat dalam kegiatan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara.
Sedangkan 15,7 persen responden menilai Pemerintah terlibat, dan 33,1 persen sisanya memilih tidak tahu atau tidak menjawab.
“Menurut Anda, apakah Pemerintah Presiden Jokowi (Joko Widodo -red) terlibat atau tidak terlibat dalam KLB Partai Demokrat terkait penunjukan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB ?” begitu bunyi pertanyaan survei, sebagaimana ditunjukkan oleh Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya saat peluncuran hasil survei, Minggu (28/3/21), seperti dikutip CNN Indonesia dari Antara.
Kemudian untuk pertanyaan terkait penerimaan masyarakat terhadap hasil pertemuan di Sibolangit pada 5 Maret, sebanyak 37,6 persen responden mengaku tidak setuju terhadap hasil KLB. Akan tetapi, 18,1 persen responden setuju, dan 44,3 persen lainnya memilih tidak menjawab atau tidak tahu.
Lebih lanjut, 51,9 persen responden mengklaim mengikuti polemik Partai Demokrat, dan hanya 23,1 persen yang mengatakan tidak tahu masalah di partai politik tersebut.
Merespons hasil survei tersebut, Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera menyatakan persepsi publik menunjukkan bahwa sosok Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko merupakan orang dekat Presiden Joko Widodo.
“Terlepas dari hasil survei, tapi persepsi publik mengenai Moeldoko adalah lingkaran dalam Pak Jokowi sebenarnya sangat merugikan Pak Jokowi, jika tidak ada sikap apalagi pernyataan (dari Pemerintah -red). Hal ini menunjukkan etika dan logika demokrasi yang tidak jalan, dan itu buruk bagi Pemerintah Pusat,” terang Mardani Ali Sera.
Lantas Mardani mengingatkan, jika Jokowi tidak segera memberi klarifikasi atau mengeluarkan pernyataan terkait keterlibatan Moeldoko dalam KLB Demokrat, maka hal itu akan berisiko menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah.
“Jika kepercayaan publik terhadap Pemerintah rendah, maka akan semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan Pemerintah untuk menjalani berbagai program pemulihan, di antaranya pada sektor ekonomi dan kesehatan, akibat pandemi,” jelas Mardani.