TIKTAK.ID – Ketua DPD RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, buka suara soal big data seputar ekonomi dan politik, salah satunya isu penundaan Pemilu. La Nyalla pun menilai big data yang diklaim Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan adalah bohong.
La Nyalla menjelaskan, big data yang dia ungkap merujuk pada temuan perusahaan analisis big data, Evello. Big data berjumlah sebanyak 693.289 akun media sosial, seperti Twitter, Instagram, YouTube, dan Tiktok, yang terlibat dalam percakapan mengenai isu penundaan Pemilu.
Kemudian ketika ditanya mengenai perbandingan penyampaian big data antara La Nyalla dan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan, La Nyalla menyebut Luhut berbohong soal klaim big data sebanyak 110 juta warga menginginkan penundaan Pemilu 2024.
Baca juga : Soal Isu Kenaikan BBM, PKS Minta Menteri ESDM Tak Bikin Rakyat Panik
“Yang disampaikan oleh saudara Luhut Binsar itu bohong, ya. Saya hanya menyampaikan itu saja,” ujar La Nyalla dalam agenda “Public Ekpose DPD RI” di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/22), seperti dilansir detik.com.
Oleh sebab itu, La Nyalla meminta masyarakat agar tidak terpengaruh dengan apa yang disampaikan Luhut. Dia mengklaim big data yang menjadi rujukannya itu merupakan bukti kalau big data yang disampaikan Luhut tidak benar.
“Saya hanya menyampaikan kepada publik supaya jangan takut, jangan juga terpengaruh dengan apa yang disampaikan berita bohong ini. Jadi saya hanya menekankan kebenaran,” ucap La Nyalla.
Baca juga : Dahlan Iskan: Ade Armando Tenggelamkan Isu Utama yang Diperjuangkan Mahasiswa
Lebih lanjut, soal perlu atau tidaknya reshuffle terhadap Luhut, La Nyalla enggan berkomentar. Dia mengaku tidak ingin mengintervensi Kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Terkait dia mau di-reshuffle, itu bukan urusan saya,” tegas La Nyalla.
Sementara itu, pendiri platform pemantauan dan analitik digital Evello, Dudy Rudianto memberikan penjelasan. Dia mengatakan memperoleh big data berjumlah 693 ribu itu dalam waktu setahun belakangan. Untuk itu, dia menganggap angka 110 juta yang diklaim Luhut berlebihan.
Baca juga : Prabowo Siap Nyapres Asal Diizinkan Jokowi, Apa Benar?
“Jika ditarik ke belakang satu tahun pun yang membicarakan Pemilu atau penundaan Pemilu paling besar seperti itu. Jadi jumlah 110 juta juga berlebihan, 1 juta saja enggak sampai,” terangnya.