Pertanyakan Kenegarawanan MK, PDIP: MK Harus Merdeka dan Independen Ambil Keputusan

TIKTAK.ID – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menyebut kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) ada pada pengujian suatu Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dia melanjutkan, bukan malah menambah materi baru, yang mestinya menjadi tugas DPR dan pemerintah.
Seperti telah diberitakan, MK memutuskan mengabulkan sebagian perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu pun membuat calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) bisa berusia di bawah 40 tahun, selama punya pengalaman sebagai kepala daerah.
Kemudian Hasto menyinggung sikap kenegarawanan hakim konstitusi dalam memutuskan untuk mengabulkan perkara tersebut. Pasalnya, kata Hasto, putusan tersebut keluar tiga hari sebelum pendaftaran Capres-Cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca juga : Diisukan Lompat ke Golkar, Gibran Buka Suara
“Ketika Pemilu sebenarnya sudah masuk pada tahapan pendaftaran Capres dan Cawapres, masih ada persoalan-persoalan yang seharusnya tidak perlu, saat sikap kenegarawanan itu betul-betul dikedepankan,” ungkap Hasto di Media Center Tim Pemenangan Nasional Ganjar Presiden (TPN GP), Jakarta, pada Senin (16/10/23) malam, seperti dilansir Republika.co.id.
Hasto sebenarnya berharap lembaga yang dipimpin oleh Anwar Usman itu mampu mengambil keputusan yang jauh dari intervensi dan kepentingan. Dia menegaskan bahwa MK harus menjadi lembaga yang independen dan tidak memihak dalam menjalankan tugasnya.
“MK harus betul-betul merdeka, independen dalam mengambil keputusan yang terbaik untuk bangsa dan negara,” tutur Hasto.
Baca juga : Ingin Jaga Netralitas, Andi Widjajanto Nyatakan Mundur dari Gubernur Lemhanas
Lantas Hasto mengutip pernyataan banyak pakar hukum tata negara setelah putusan tersebut. Hasto menjelaskan bahwa putusan ihwal Capres-Cawapres yang punya pengalaman sebagai kepala daerah baru bisa terlaksana setelah adanya revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
“Selama perubahan UU itu tidak dilakukan, berarti otomatis keputusan tersebut belum efektif sebagai hukum,” terang Hasto.
Sebelumnya, MK memutuskan mengabulkan sebagian uji materiil Pasal 169 huruf q UU Pemilu terkait batas usia minimal calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Baca juga : Soal Putusan Batas Usia dari MK, Gibran: ‘Wis Clear Ojo Mbahas MK Terus’
Dalam gugatan tersebut, Almas memilih Arif Sahudi, Utomo Kurniawan, dkk sebagai kuasa hukum. Permohonan itu pun diterima MK pada 3 Agustus 2023. Pemohon ingin MK dapat mengubah batas usia minimal Capres-Cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota.