TIKTAK.ID – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres pada Rabu (24/6/20), mendesak Israel untuk membatalkan rencana aneksasi permukiman di Tepi Barat. Dia memperingatkan bahwa jika diteruskan, hal itu akan mengancam masa depan perdamaian dengan Palestina.
“Jika diimplementasikan, pencaplokan akan menjadi pelanggaran paling serius terhadap hukum internasional, sangat membahayakan prospek solusi dua negara dan melemahkan kemungkinan pembaruan negosiasi,” kata Guterres kepada Dewan Keamanan PBB, tulis Reuters.
“Saya meminta Israel membatalkan rencana aneksasinya,” katanya.
Sementara, Kabinet Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang bersiap untuk memulai diskusi pada 1 Juli tentang pencaplokan Tepi Barat, wilayah yang direbut Israel dalam perang 1967 dan wilayah yang dibutuhkan Palestina untuk menjadi sebuah negara.
Palestina menentang keras rencana aneksasi, seperti halnya sebagian besar kekuatan dunia. Para pemimpin Palestina juga telah sepenuhnya menolak proposal perdamaian yang diajukan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump pada Januari lalu. Usulan Washington itu akan mengakui permukiman Yahudi sebagai bagian dari Israel.
“Jika Israel memutuskan untuk memperpanjang kedaulatannya, itu akan dilakukan sehubungan dengan bidang-bidang di mana ia selalu mempertahankan klaim yang sah, secara historis dan hukum,” Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan kepada Dewan.
Para pembantu senior Trump memulai pembicaraan pada Selasa lalu tentang apakah akan memberi Netanyahu lampu hijau untuk rencana pencaplokannya.
Menteri Luar Negeri Amerika, Mike Pompeo mengatakan pada Rabu kemarin bahwa memperpanjang kedaulatan Israel adalah keputusan “yang dibuat Israel.”
“Saya mengerti bahwa banyak dari Anda memiliki kekhawatiran,” kata Duta Besar Amerika untuk PBB Kelly Craft kepada Dewan. “Pada saat yang sama, kami meminta Anda juga meminta pertanggungjawaban kepemimpinan Palestina atas tindakan yang menjadi tanggung jawab mereka.”
Guterres meminta Kuartet mediator Timur Tengah -Amerika Serikat, Rusia, Uni Eropa, dan PBB- “untuk mengambil mandat peran mediasi dan menemukan kerangka kerja yang disepakati bersama bagi para pihak untuk kembali terlibat, tanpa prasyarat, dengan kami dan negara-negara utama lainnya.”