TIKTAK.ID – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengungkapkan buruknya penegakan hukum di daerah dan nasional pada era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pernyataan itu disampaikan Novel terkait potensi politik uang pada Kepala Daerah terutama menjelang Pemilihan Kepala Daerah.
Novel menegaskan bahwa penegakan hukum saat ini buruk karena tak memprioritaskan ihwal penegakan hukum. Ia menilai pemerintahan saat ini tak memprioritaskan penegakan hukum, sehingga merusak tatanan penegakan hukum di daerah dan nasional.
“Bahkan penegakan hukum bisa diatur, mohon maaf, oleh cukong, kelompok oligarki. Jadi suatu kasus yang nyata, bisa diputar balik dengan sedemikian rupa,” ujar Novel dalam sebuah webinar, seperti dilansir CNN Indonesia, Sabtu (5/9/20).
Baca juga : Sekjen MUI Ancam Mundur tanpa Kompromi jika Menteri Agama Ngotot Lanjutkan Rencana Sertifikasi Dai
Kemudian Novel menyatakan bahwa penegakan hukum yang buruk bisa berpotensi membuat permainan uang dalam politik menjadi tinggi.
“(Penegakan hukum) luluh lantak, sebenarnya saya enggak ingin bicara pesimisme dan inginnya optimisme, tapi ini faktanya,” ucap Novel.
Novel juga menyebut tak sedikit penegakan hukum yang menjual perkara dan berbuat curang. Dengan begitu, Novel pun tak heran jika banyak penegak hukum yang memiliki harta luar biasa.
Baca juga : Fadli Zon Sebut Ada yang Ambil Keuntungan dari Kesusahan Rakyat, Siapa yang Dimaksud?
“Justru korupsi yang banyak di penegakan hukum dengan cara menjual perkara dan menggadaikan kewenangan,” terang Novel.
Seperti diketahui, Novel sendiri merupakan korban penyiraman air keras beberapa waktu lalu. Pada sidang Juli lalu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menetapkan vonis terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras tersebut.
“Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa tersebut selama dua tahun,” jelas Ketua Majelis Hakim Djuyamto saat membacakan amar putusan saat itu.
Baca juga : Ternyata Begini Jawaban Enteng Jokowi Saat Ditagih Soal Kejelasan Kocok Ulang Menteri
Sementara itu, Novel menilai vonis terhadap dua terdakwa penyiraman air keras, yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, semakin mengonfirmasi bahwa peradilan dipersiapkan untuk gagal mengungkap aktor sebenarnya di balik peristiwa tersebut.
Pasalnya, Novel beranggapan terdapat kejanggalan pada sidang kasusnya itu. Di antaranya tidak dihadirkannya tiga saksi penting ke muka persidangan, hingga absennya gelas atau botol yang menjadi medium penyerangan.