TIKTAK.ID – Ketua Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hasanuddin AF menyampaikan bahwa pihaknya akan mengusulkan fatwa mengenai masa jabatan presiden selama tujuh hingga delapan tahun untuk satu periode, dan tak bisa dipilih lagi pada periode selanjutnya.
Hasanuddin mengatakan usulan fatwa tersebut akan dibawa dan dibahas bersama dalam forum Musyawarah Nasional (Munas) MUI yang digelar pada 25-28 November 2020, di Jakarta.
“Usulannya begini, jabatan presiden itu masa baktinya taruhlah 7-8 tahun, jadi ditambah. Tapi sekali saja, setelah itu sudah gitu,” ujar Hasanuddin, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (19/10/20).
Baca juga : FPI Nilai Setahun Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Gagal Total karena Tidak Berdasarkan Alquran dan Sunnah
Menurut Hasanuddin, usulan itu muncul karena dilatarbelakangi banyaknya gesekan di masyarakat dan ketidakadilan bagi pasangan calon yang berlaga dalam pemilihan umum presiden (Pilpres).
Sebab, jika memutuskan untuk maju kembali pada periode selanjutnya, Hasanuddin menyebut potensi penyalahgunaan wewenang oleh calon presiden petahana sangat besar akan terjadi.
“Terkadang potensi menggunakan kekuasaan, keuangan, dan sebagainya. Itu mudaratnya,” ucap Hasanuddin.
Baca juga : Jagad Politik Austria Mendadak Gaduh Gegara Prabowo
Kemudian ia mengklaim masa jabatan presiden hanya satu periode dengan masa bakti selama 7 atau 8 tahun tak banyak mudaratnya. Pasalnya, ia menilai tak ada kontestan petahana yang kembali maju dalam pemilihan selanjutnya.
“Jadi calon yang baru nanti sama-sama setara, baru, dan tidak bertarung lawan petahana. Kalau seperti itu, saya kira mudaratnya enggak begitu banyak,” terang Hasanuddin.
Lebih lanjut, ia memaparkan usulan-usulan fatwa tersebut kini sedang dipilih dan dikaji oleh tim dari MUI. Ia melanjutkan, usulan fatwa yang menjadi prioritas akan dibawa ke Munas MUI untuk dibahas lebih lanjut.
Baca juga : Sebelum Didemo Buruh dan Mahasiswa, Ternyata UU Cipta Kerja Sudah Ditolak 67 Perguruan Tinggi se-Indonesia
Perlu diketahui, usulan masa jabatan presiden Indonesia diubah menjadi delapan tahun dan tak bisa dipilih lagi pada periode selanjutnya, juga pernah datang dari politikus PPP, Saifullah Tamliha.
Ketika itu, Tamliha menilai masa jabatan satu periode dengan waktu 8 tahun bisa membuat presiden menyelesaikan semua janji serta program yang tertuang dalam visi dan misinya di pemilihan presiden.
Saat ini, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengatur masa jabatan presiden-wakil presiden selama lima tahun, kemudian sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.