TIKTAK.ID – Istri Will Smith, Jada Pinkett Smith menderita penyakit alopecia sejak 2018. Akibat penyakit tersebut, Jada mengalami gejala rambut rontok hingga membuat kepalanya botak.
Seperti dikutip detik.com dari WebMD, alopecia merupakan gangguan autoimun yang menyebabkan kerontokan rambut. Biasanya, gejala ini berbeda pada setiap orang. Ada yang mengalami kerontokan setengah rambutnya, dan ada pula yang rontok total sampai botak.
Alopecia sendiri adalah kondisi saat tubuh menyerang folikel rambut sehingga menyebabkan kerontokan rambut di seluruh bagian tubuh.
Selain rambut rontok, terdapat sejumlah gejala lain yang perlu diwaspadai, yakni:
- Kerontokan rambut pada area tertentu
- Rambut yang tumbuh kembali di satu tempat dan rontok di tempat yang lain
- Kehilangan banyak rambut hanya dalam waktu singkat
- Banyak rambut yang rontok ketika cuaca dingin
- Kuku jari tangan dan kaki menjadi merah, rapuh, serta berlubang
Ada beberapa penyebab penyakit alopecia. Di antaranya faktor keturunan keluarga, asma, down syndrome, anemia pernisiosa, alergi musiman, penyakit tiroid, dan vitiligo.
Untuk mengatasi penyakit alopecia, ada dua kategori pengobatan, yaitu medis dan natural. Namun pengobatan tetap disesuaikan dengan anjuran dokter yang bersangkutan.
Berikut ini contoh pengobatan medis penyakit alopecia.
- Topical Agent
Penderita alopecia bisa mengoleskan obat ke kulit kepala untuk membantu merangsang pertumbuhan rambut. Pasien bisa menggunakan obat yang dijual bebas (OTC) atau dengan resep. - Injeksi
Suntikan steroid kerap menjadi pilihan umum untuk alopecia ringan. Pengobatan ini bisa membantu rambut tumbuh kembali di tempat yang botak. Jarum kecil menyuntikkan steroid ke dalam kulit yang terkena. Namun perawatan ini harus diulang setiap satu sampai dua bulan untuk menumbuhkan kembali rambut. - Oral Treatment
Imunosupresan oral, seperti metotreksat dan siklosporin, merupakan pilihan lain yang bisa dicoba. Treatmen ini bekerja dengan cara menghalangi respons sistem kekebalan.
Akan tetapi, jenis pengobatan ini tidak bisa digunakan untuk jangka waktu yang lama karena menimbulkan sejumlah risiko efek samping. Di antaranya tekanan darah tinggi, kerusakan hati dan ginjal, dan peningkatan risiko infeksi serius serta jenis kanker yang disebut limfoma.