TIKTAK.ID – Peru memiliki tiga presiden hanya dalam waktu sepekan. Pada 10 November Kongres memilih untuk menggulingkan Presiden Martín Vizcarra. Kemudian menunjuk nama yang kurang terkenal, Manuel Merino.
Keputusan kongres untuk melengserkan Vizcarra memicu gejolak di tengah masyarakat Peru. Para pengunjuk rasa memenuhi jalan-jalan, mengecam langkah kongres dan menyebutnya sebagai kudeta parlemen. Demonstrasi itu mengakibatkan dua mahasiswa Peru meninggal dunia dan memicu kecaman lebih keras kepada Pemerintah.
Demonstran mendesak presiden yang ditunjuk kongres, Merino untuk lengser. Pada Minggu kemarin, Merino akhirnya melepas jabatannya yang belum sampai sepekan diemban, setelah sebagian besar Kabinetnya mengundurkan diri setelah demonstrasi berubah menjadi kekerasan.
Pada Selasa (17/11/20), Peru kembali melantik presiden ketiga yang disiarkan langsung melalui televisi dan ditonton penduduk Amerika Selatan yang penuh dengan harapan dan skeptis setelah krisis konstitusional terburuk yang menimpa negara itu dalam dua dekade terakhir.
Mengenakan selempang kepresidenan merah dan putih, Francisco Sagasti bersumpah untuk memulihkan kepercayaan pada Pemerintah dan memberi penghormatan kepada dua pemuda yang tewas dalam demonstrasi yang terjadi pada pekan lalu.
“Kami tidak bisa menghidupkannya kembali,” katanya, seperti yang dikutip Assosiated Press. “Tapi kita bisa menghentikan ini terjadi lagi.”
Di Lima, banyak yang mengatakan mereka sangat optimis bahwa negarawan yang lebih tua itu dapat mengarahkan kembali stabilitas setelah pergolakan selama sepekan. Tapi Sagasti menghadapi jalan curam di depannya.
Pemuda Peru masih marah pada Pemerintah yang mereka anggap mementingkan diri sendiri dan korup. Kongres tetap penuh dengan perselisihan partai politik yang telah mendorong dua presiden terguling dalam satu masa jabatan lima tahun. Dan Sagasti hanya memiliki lima bulan masa jabatan sebelum pemilihan presiden.
“Selama 63 tahun saya, saya tidak pernah melihat presiden yang baik,” kata Victor Mezzarina saat dia berdiri di luar Kongres menawarkan untuk menukar mata uang Peru, sol, dengan dolar. “Saya harap yang ini berbeda.”
Selama lebih dari 24 jam, Peru mengalami kekosongan kekuasaan. Tidak memiliki presiden yang ditunjuk.
Sebagai seorang insinyur, Sagasti menjadi Kepala Negara Peru sehari setelah terpilih sebagai pemimpin Kongres. Karena Manuel Merino tidak memiliki wakil presiden ketika dia mengundurkan diri. Hal itu membuat Sagasti berada di baris berikutnya.
Ia adalah seorang sarjana terhormat yang salah satu karyanya adalah sebuah buku berjudul, “Demokrasi dan Pemerintahan yang Baik”. Pada 1996, dia termasuk di antara mereka yang disandera oleh pemberontak Tupac Amaru di kediaman Duta Besar Jepang di Lima.
Reputasi Sagasti sebagai pembangun konsensus membuatnya menjadi pilihan yang tepat untuk saat ini, kata Michael Shifter, yang merupakan Kepala wadah pemikir Inter-American Dialogue dan mengenal presiden yang baru ini.
“Dia selalu punya ide untuk mencoba membangun jembatan di Peru,” kata Shifter. Itulah yang sebenarnya dia perjuangkan.
Anggota parlemen berusia 76 tahun itu menghabiskan waktu berjam-jam setelah menjadi Kepala Kongres untuk mengunjungi rumah sakit pada Senin kemarin. Sementara pengunjuk rasa terluka yang dirawat telah pulih dan berjanji untuk melakukan segala daya untuk membawa harapan kembali ke Peru.
Dia mengulangi pesan itu dalam pidatonya sebagai presiden pada Selasa, bersumpah untuk mengganti nama beasiswa kepresidenan untuk menghormati pemuda Peru. Dia memuji pengunjuk rasa karena mengingatkan politisi yang telah bersumpah untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Dia juga berjanji akan terus memerangi korupsi.
“Gerakan besar ini kita saksikan di seluruh wilayah Tanah Air milik para pemuda,” tandasnya.