
TIKTAK.ID – Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang bakal segera disahkan pada Juli 2022 mendatang, kini kembali ramai diperbincangkan. Pasal yang menjadi sorotan yakni terkait ancaman pidana bagi warga yang menghina penguasa.
Menanggapi hal itu, politikus Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah menilai menjadi pejabat negara jangan mudah tersinggung soal apa yang disampaikan oleh rakyatnya.
“Pejabat publik merupakan pegawai rakyat. Jadi jangan mudah tersinggung dengan rakyat, dengan majikan. Jika mudah tersinggung jangan menjadi pejabat publik, lebih baik jadi pawang hujan saja,” cuit Fahri Hamzah melalui akun Twitter @Fahrihamzah, Kamis (16/6/22), seperti dilansir Sindonews.com.
Baca juga : Kader Nasdem Ramai-ramai Usulkan Ganjar Jadi Capres Nasdem, Begini Kata PDIP
Kemudian mantan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut mengatakan rakyat yang memarahi pejabat publik menjadi hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara.
“Itu mirip seperti pemilik marahin pegawai supaya kerja benar, lalu salahnya apa? Yang salah jika pegawai maki-maki pemilik karena nuntut dividen. Rakyat adalah pemilik dan pejabat publik itu pegawai, begitu logikanya,” terang Fahri.
“Namun jika kita sebagai manusia biasa, juga ada batas ketersinggungan, maka ketersinggungan pejabat tak boleh otomatis menjadi delik. Pejabat itu secara pribadi harus melapor terlebih dahulu perkaranya kepada polisi, barulah diproses (delik aduan),” imbuh Fahri.
Baca juga : Rocky Gerung Puji Jokowi Jenius: Masukkan Zulhas ke Istana, Tutup Peluang Anies Diusung PAN
Seperti diketahui, RKUHP yang bakal disahkan pada Juli 2022 ramai diperbincangkan, lantaran pasal yang memuat ancaman pidana bagi warga yang menghina penguasa.
Aturan yang tertuang dalam Pasal 353 ayat 1 dalam draf Rancangan KUHP itu berbunyi: “Setiap Orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II”.
Sementara itu, Dosen Departemen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Herlambang P menilai pasal tentang ancaman pidana bagi penghina Pemerintah adalah bentuk kemunduran hukum. Dia juga menyebut pasal mengenai penghina Pemerintah itu tidak sejalan dengan hukum hak asasi internasional.
Baca juga : Jusuf Kalla Buka Suara Soal Isu Presiden Tiga Periode
“Saya kira ini jauh di bawah hukum hak asasi internasional, khususnya pengaturan kebebasan tentang ekspresi. Tentu pengaturan yang seperti itu dapat berdampak luas terhadap upaya melindungi kebebasan sipil,” ungkap Herlambang, mengutip detik.com, Kamis (16/6/22).