TIKTAK.ID – Polisi China menangkap 50 aktivis dan politisi terkemuka pro-demokrasi Hong Kong, dalam tindakan keras terbesar sejak China memberlakukan Undang-Undang Keamanan mereka di Hong Kong.
Sekitar 1.000 polisi dikerahkan dalam penggerebekan pada Rabu (6/1/21) pagi di 72 tempat di seluruh kota.
Mereka yang ditahan disebut membantu menjalankan “pemilihan” tidak resmi untuk memilih kandidat oposisi menjelang pemilihan umum 2020 yang ditunda.
Mereka dituduh berusaha “menggulingkan” Pemerintah. Namun, para aktivis balik menuding Undang-Undang baru bertujuan untuk memberangus perbedaan pendapat.
Pemerintah China memberlakukan Undang-Undang Keamanan di wilayah semi-otonom itu pada Juni lalu. Beijing mengklaim aturan itu perlu untuk mengekang berbulan-bulan protes pro-demokrasi yang terkadang disertai kekerasan.
Beijing membela penangkapan itu. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Hua Chunying mengatakan bahwa tindakan itu diperlukan untuk menghentikan “pasukan eksternal dan individu [yang berkolusi] untuk merusak stabilitas dan keamanan China”, seperti yang dikutip dari BBC.
Tapi tindakan keras itu tampaknya malah mengonfirmasi ketakutan banyak orang yang memperingatkan terkait dampak hukum. Amnesty International mengatakan penangkapan itu adalah “demonstrasi paling kejam, bagaimana Undang-Undang Keamanan Nasional telah dipersenjatai untuk menghukum siapa pun yang berani menentang gerakan pro-demokrasi”.
Undang-Undang Keamanan yang diteken Beijing itu secara luas didefinisikan China untuk menyasar upaya pemisahan diri, subversi, terorisme, dan kolusi dengan pasukan asing hingga seumur hidup di penjara.
Aturan ini telah banyak dikritik oleh kelompok hak asasi manusia dan negara-negara Barat karena secara efektif membatasi perbedaan pendapat.
Sebagai bekas koloni Inggris, Hong Kong dikembalikan ke China pada 1997. Hong Kong mencoba mempertahankan kebebasan sipil dan politik daripada yang dimiliki China.
Para aktivis mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kebebasan ini telah terkikis. Protes pro-demokrasi sering kali berujung bentrokan dengan polisi.
Pemerintah China membela Undang-Undang tersebut, dengan mengatakan hal itu akan membantu mengembalikan stabilitas di wilayah tersebut, yang telah diguncang protes pro-demokrasi, dan membuatnya lebih sejalan dengan China daratan.
Setelah Undang-Undang tersebut diberlakukan, sejumlah kelompok pro-demokrasi membubarkan diri karena khawatir akan keselamatan mereka dan beberapa kasus pengadilan tingkat tinggi menggunakan Undang-Undang keamanan telah dimulai.
Salah satunya adalah taipan media Jimmy Lai yang didakwa menggunakan aturan itu, serta beberapa aktivis yang mencoba melarikan diri dari wilayah itu dengan perahu Agustus lalu.