TIKTAK.ID – Direktur Penegakan Hukum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigadir Jenderal Eddy Hartono mengatakan label teroris untuk kelompok bersenjata di Papua diberikan guna mempersempit ruang gerak dan pendanaan.
Eddy menjelaskan, hal itu telah diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 terkait Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ia menyebut melalui UU tersebut, Pemerintah bisa mengambil langkah strategis untuk mencegah aksi teror.
“Ini sebabnya peluang-peluang yang selama ini belum tersentuh yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) ini diharapkan dengan kerangka UU Nomor 5/2018, itu mempersempit gerakan,” ujar Eddy dalam diskusi daring, Kamis (29/4/21), seperti dilansir CNN Indonesia.
Eddy pun menilai selama ini upaya Pemerintah untuk mencegah aksi KKB di Papua terbatas. Ia menyatakan Pemerintah hanya bisa mengatasi aksi-aksi KKB lewat peradilan tindak pidana khusus.
Eddy menjelaskan, UU Nomor 5/2018 akan memberi hak bagi Pemerintah untuk mencegah aksi kekerasan yang dilakukan KKB.
Ia melanjutkan, pencegahan aksi teror seperti diatur dalam UU Nomor 5/2018 yang dibagi menjadi tiga adalah kesiapsiagaan nasional, kontra-radikalisasi, dan deradikalisasi.
Menurutnya, lewat tiga kewenangan itu, Pemerintah bisa memblokir akses pendanaan terhadap sebuah kelompok teror. Ia pun yakin Organisasi Papua Merdeka (OPM) selama ini mendapat pendanaan untuk melaksanakan kegiatan.
“Karena mereka ini bergerak, jadi kalau tanpa pendanaan tidak akan bisa. Dengan diblokir serta-merta ini tanpa proses peradilan cepat gerakannya,” tutur Eddy.
“Hal itu yang membuat pertimbangan sehingga kegiatan OPM ini dikategorikan sebagai teroris sesuai dengan rilis Pak Menko Polhukam,” sambungnya.
Kemudian Eddy menyebut selama ini Pemerintah sudah melakukan berbagai cara untuk mengatasi aksi KKB di Papua, mulai dari tindakan-tindakan tegas hingga pendekatan persuasif.
Eddy memaparkan, Pemerintah pada prinsipnya telah menerapkan prinsip pendekatan kesejahteraan untuk menghentikan konflik di Papua.
Ia menjelaskan, pendekatan itu telah diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Meski begitu, ia menganggap cara tersebut tidak cukup untuk menghentikan konflik di Bumi Cenderawasih. Ia pun menyebut Pemerintah juga masih banyak menerima masukan dan permintaan agar konflik di Papua bisa segera dihentikan.