TIKTAK.ID – Direktur Paritas Institute, Penrad Siagian mengaku mengapresiasi Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas yang memberi ucapan Selamat Hari Raya pada umat Baha’i. Meski begitu, Penrad mengatakan bahwa hal itu tidak cukup.
Menurut Penrad, Pemerintah perlu menindaklanjuti langkah Yaqut. Sebab, ia menilai banyak pekerjaan rumah bagi Pemerintah untuk mencegah diskriminasi kepada kelompok agama minoritas terus berlanjut.
“Saya pikir tidak cukup Menag hanya menyampaikan ucapan selamat atas perayaan tahun baru agama Baha’i. Melainkan harus diteruskan pada perlindungan pelayanan publik terhadap berbagai kelompok agama, termasuk Baha’i dan lain-lain, yang selama ini mengalami diskriminasi,” tutur Penrad melalui jumpa pers daring di kanal YouTube Yayasan LBH Indonesia, Jumat (30/7/21), seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Baca juga : Moeldoko Ancam Laporkan ICW, YLBHI: Ini Upaya Pemberangusan Demokrasi!
Penrad menjelaskan, langkah tersebut dapat dimulai dengan membenahi pelayanan publik terhadap kelompok minoritas. Penrad menyebut ada banyak warga penganut kepercayaan atau agama minoritas yang tidak mendapat pelayanan optimal akibat aparat negara salah paham.
Penrad menyatakan Kementerian Agama perlu mengedukasi berbagai instansi negara, agar semua warga bisa menerima pelayanan dari negara, apa pun agama yang mereka anut. Kemudian Penrad berharap Pemerintah bisa mulai merevisi aturan-aturan hukum yang menimbulkan kesalahpahaman terkait pengakuan negara terhadap agama. Hal itu karena terdapat banyak aturan hukum yang justru menjadi sumber diskriminasi.
“Jika tidak, maka pernyataan-pernyataan, ucapan selamat ini, malah akan menjadi trigger, memancing kelompok-kelompok intoleran melakukan tindak kekerasan dan intoleransi,” ujarnya.
Baca juga : Anies Mendadak Surati Risma, Soal Apa?
Seperti telah diberitakan, ucapan Selamat Hari Raya dari Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas kepada umat Baha’i menimbulkan pro dan kontra. Pasalnya, Baha’i bukan salah satu dari enam agama yang diakui negara. Publik pun terbelah menyikapi keberadaan Baha’i, apalagi ada anggapan sejumlah ajaran Baha’i mirip dengan Islam.
Merespons hal itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia Cholil Nafis mendesak Pemerintah untuk tidak “offside”. Ia menegaskan, harus ada perbedaan perlakuan negara pada Baha’i dengan enam agama yang diakui.
“Memang negara wajib melindungi umat agama, namun jangan sampai offside menjadi melayani yang sama dengan enam agama yang diakui,” ucap Cholil melalui pesan singkat, Rabu (28/7/21).