Singgung Rekonsiliasi, MPR: Pak Harto dan Gus Dur Layak Diberi Gelar Pahlawan Nasional
TIKTAK.ID – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengungkapkan bahwa pimpinan MPR mendorong agar Presiden ke-2 RI, Soeharto dan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memperoleh gelar pahlawan nasional. Bamsoet menyampaikan hal itu setelah Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan 2019-2024 di kompleks parlemen, Jakarta, pada Rabu (25/9/24).
Bamsoet mengatakan jangan sampai ada warga negara Indonesia, apalagi seorang pemimpin bangsa, yang harus menjalani sanksi hukuman tanpa adanya proses hukum yang adil. Dia menyebut MPR sudah sepantasnya merajut persatuan bangsa.
“Tak perlu ada lagi dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu dan terlibat dengan berbagai peristiwa kelam pada masa lalu,” ujar politikus Golkar tersebut, seperti dilansir CNNIndonesia.com.
Baca juga : Jokowi Tak Hadiri Penutupan PON, Menpora: Bukan karena Bobrok
Oleh sebab itu, Bamsoet menyatakan pimpinan MPR RI mendorong agar jasa dan pengabdian dari Presiden pertama RI Sukarno, Soeharto, dan Gus Dur bisa mendapatkan penghargaan yang layak.
Bamsoet menjelaskan bahwa MPR sudah menerima surat dari Fraksi Partai Golkar tertanggal 18 September 2024 perihal kedudukan Pasal 4 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 yang membahas tentang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Terkait penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP Nomor XI/MPR/1998 secara pribadi Pak Harto (sapaan akrab Presiden ke-2 RI) dinyatakan sudah selesai dilaksanakan karena yang bersangkutan telah wafat.
Baca juga : Golkar Tanggapi Wacana Pertemuan Prabowo-Megawati
Akan tetapi, kata Bamsoet, pimpinan MPR bersepakat perihal kedudukan hukum Pasal 4 TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 menyatakan masih berlaku oleh TAP MPR Nomor I/MPR/2003.
Perlu diketahui, penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR soal KKN itu sendiri berawal dari usulan Fraksi Golkar ke MPR. Soeharto memang dikenal punya kedekatan dengan Golkar.
Sebagai salah satu partai yang sudah berdiri sejak Orde Lama, Golkar lantas menjelma menjadi salah satu pilar kekuasaan Soeharto selama 32 tahun Orde Baru. Meski begitu, Soeharto tidak pernah menjadi ketua umum partai tersebut, di mana dia hanya pernah menjabat Ketua Dewan Pembina Golkar saat itu.
Baca juga : Hasil Survei Pramono-Rano Melesat Kejar RK-Suswono, Pilkada Jakarta Bakal Dua Putaran?