
TIKTAK.ID – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengaku menyayangkan sikap dan ucapan mantan pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab sebagai “Imam Besar”. Jaksa mengatakan bahwa ucapan Rizieq bertentangan dengan program revolusi akhlak.
“Sungguh sangat disayangkan, seorang tokoh agama yang mengaku dirinya sebagai Imam Besar dari sebuah organisasi keagamaan yang memiliki visi-misi, untuk menciptakan akhlakul karimah dengan program revolusi akhlak. Tapi dari semua ucapan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa semua ucapannya sangat bertentangan dengan program revolusi akhlak,” ujar jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim), Rabu (31/3/21), seperti dilansir detik.com.
Menurut Jaksa, sebagai orang yang paham agama, Rizieq dianggap sering merendahkan orang lain. Jaksa melanjutkan, terlebih dalam persidangan, tindakan ini dilakukan kepada pihaknya.
“Karena sebagai seorang yang lebih paham mengenai agama dan mempunyai strata pendidikan yang tinggi, terdakwa dan penasihat hukum terdakwa sering merendahkan orang lain, khususnya Jaksa Penuntut Umum,” tegas jaksa.
Jaksa menyatakan Rizieq acap kali memberikan kata umpatan terhadap jaksa, seperti “biadab”, “tidak beradab”, “zalim”, “dungu”, hingga “pandir”. Padahal, jaksa menyebut sidang Habib Rizieq itu disiarkan secara langsung dan disaksikan banyak orang.
“Sering diumpat dengan kata-kata yang kurang pantas dari segi akhlakul karimah. Terlebih diucapkan di sidang terbuka umum yang disiarkan secara live dan dapat disaksikan oleh jutaan penonton oleh seorang tokoh panutan yang mengaku imam besar dengan kata-kata ‘biadab’, ‘tidak beradab’, ‘keterbelakangan intelektual’, ‘zalim’, ‘dungu’, ‘pandir’, dan lain-lain,” lanjut jaksa.
Kemudian di tengah pernyataan jaksa, Rizieq sempat mengangkat tangan dan berbicara kepada hakim. Akan tetapi, hakim tidak mengizinkan sehingga jaksa tetap melanjutkan tanggapan eksepsinya.
“Maaf, Majelis Hakim,” ucap Rizieq.
Lantas jaksa kembali mempertanyakan sikap Rizieq. Jaksa mempertanyakan apakah karena Rizieq mengaku sebagai Imam Besar, sehingga tidak dapat dihukum oleh hukum dunia.
“Apakah hanya karena terdakwa yang mengklaim sebagai seorang Imam Besar sehingga terdakwa diperbolehkan seperti itu. Apakah karena terdakwa yang mengaku sebagai Imam Besar, maka tidak bisa dihukum oleh hukum dunia,” kata jaksa.