TIKTAK.ID – Sejarawan Anhar Gonggong membenarkan orasi Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri yang mengatakan bahwa ayahnya, Presiden Sukarno, telah dilengserkan pascaprahara pada 1965.
Megawati menyampaikan hal itu ketika memberikan orasi usai penyematan gelar Profesor Kehormatan dengan status Guru Besar Tidak Tetap oleh Universitas Pertahanan (Unhan), pada Jumat (11/6/21).
Menurut Megawati, setelah Sukarno lengser, hidupnya pun berubah drastis. Pasalnya, Mega yang dibesarkan dalam lingkungan Istana, tiba-tiba harus menjalani kehidupan seperti rakyat biasa. Mega juga sempat mengikuti penelitian khusus (Litsus), yakni kebijakan pada Orde Baru untuk menjaring orang-orang yang terindikasi terkait dengan Komunisme.
“Saya tumbuh besar di Istana, tapi akibat peristiwa politik pada 1965, saya tidak bisa melanjutkan sekolah. Tentu saja hal itu karena ayah saya dilengserkan, hidup sebagai rakyat biasa,” ujar Megawati, seperti dilansir CNN Indonesia.
Merespons hal itu, Anhar menyatakan Sukarno dilengserkan oleh orang-orang yang tidak suka dengan konsep Nasionalisme, Agama, dan Komunisme yang diusung oleh proklamator RI tersebut.
“Kalau hanya dia mengatakan dilengserkan memang betul, dan yang melengserkan adalah mertua Prabowo (Soeharto),” tutur Anhar, Jumat (11/6/21).
Anhar menjelaskan, ketika masih menjadi presiden, tidak semua orang setuju dengan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh Bung Karno. Terlebih, lanjutnya, saat Bung Karno mencetuskan gagasan konsep politik Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom).
“Nah orang yang anti dengan Nasakom, Komunis, ya melawan. Belakangan kemudian terjadilah peristiwa G30S/PKI,” ucap Anhar.
Anhar memaparkan, peristiwa G30S merujuk pada pembunuhan sejumlah perwira tinggi militer di Indonesia pada 1965, sedangkan Sukarno lengser pada 1967. Peristiwa tersebut lantas dikaitkan dengan gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Anhar menilai peristiwa G30S/PKI adalah proses menuju upaya melengserkan Sukarno. Ia menyatakan pelengseran dilakukan lewat berbagai cara, dan salah satunya melalui mekanisme sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).
“Tetap berusaha melalui MPRS yang dibentuk oleh Bung Karno sendiri. Setelah Bung Karno mau dilengserkan, maka anggota-anggota MPR, DPR, seperti orang PKI, PNI, diganti semua dengan pendukung Soeharto. Jadi memang benar dilengserkan,” jelasnya.