TIKTAK.ID – Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Son Gwon menolak tawaran utusan Amerika untuk bertemu “di mana saja, kapan saja” setelah negosiasi antara kedua negara terhenti.
Korean Central New Agency (KCNA) mengutip Ri pada Rabu (23/6/21) yang dengan tegas menyatakan bahwa Korea Utara “bahkan tidak mempertimbangkan kemungkinan kontak dengan AS”, menambahkan bahwa negosiasi saat ini hanya akan “buang-buang waktu yang berharga”, seperti yang dilaporkan RTnews.
Komentar Menlu tersebut sejalan dengan pernyataan dari Kim Yo-jong, adik perempuan pemimpin Korea Utara, pada Selasa sebelumnya. Kim, yang merupakan Wakil Direktur Departemen Komite Sentral Partai Buruh Korea (WPK), memperingatkan bahwa harapan palsu dari AS dapat dengan mudah “menjatuhkan mereka ke dalam kekecewaan yang lebih besar”.
Sementara utusan khusus Pemerintah AS untuk Korea Utara, Sung Kim menyatakan harapannya bahwa Pyongyang akan menanggapi “positif terhadap penjangkauan kami”, Kim menyarankan Amerika mungkin menafsirkan “situasi sedemikian rupa untuk mencari kenyamanan untuk dirinya sendiri”.
Sebelumnya pada Senin (21/6/21), Sung mengatakan dia telah menawarkan untuk bertemu dengan pejabat Pyongyang “di mana saja, kapan saja” untuk memulai kembali negosiasi antara kedua negara “tanpa prasyarat”. Namun, pernyataan utusan itu dibarengi dengan peringatan bahwa, sampai pembicaraan dilanjutkan, Washington akan terus memberlakukan sanksi PBB terhadap negara Asia itu.
Penasihat Keamanan Nasional Presiden Joe Biden, Jake Sullivan telah mengindikasikan bahwa Gedung Putih berharap pernyataan dari Kim Jong-un pada konferensi politik pekan lalu akan mengarah pada dimulainya kembali pembicaraan nuklir, setelah pemimpin Korea Utara mengatakan kepada para pejabat Korea untuk bersiap terlibat dalam lebih banyak dialog.
Pembicaraan nuklir antara AS dan Korea Utara terhenti setelah Kim Jong-un dan Donald Trump gagal mencapai kesepakatan mengenai pelonggaran sanksi Amerika sebagai imbalan atas kemajuan Pyongyang dalam denuklirisasi.
Dewan Keamanan PBB mengesahkan resolusi setelah Korea Utara melakukan uji coba nuklir pada 2006, 2009, 2013, 2016, dan 2017.
Awalnya, sanksi difokuskan pada larangan perdagangan bahan dan barang terkait senjata. Namun kemudian, sanksi diperluas ke barang mewah untuk menargetkan para elite.
Sanksi lebih lanjut diperluas untuk mencakup aset keuangan, transaksi perbankan, perjalanan umum dan perdagangan.