
TIKTAK.ID – Polisi anti-terorisme Prancis menangkap sebuah keluarga yang terdiri dari lima wanita setelah salah satu dari mereka diduga berencana melancarkan serangan ke sebuah situs keagamaan. Sejumlah alat seperti pedang dan bahan kimia berbahaya dilaporkan ditemukan di rumah mereka.
Dikutip dari RTnews, penyelidikan awal mengungkapkan bahwa lima tersangka berencana untuk melakukan “tindakan kekerasan dalam waktu dekat di Montpellier”.
Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin mengonfirmasi operasi itu melalui cuitan di akun twitternya. Ia berterima kasih kepada agen kontra-terorisme atas penangkapan itu.
Beberapa outlet berita Prancis sebelumnya melaporkan bahwa pihak berwenang telah mengetahui seorang wanita -yang belum diidentifikasi secara publik- sedang merencanakan serangan teroris di situs keagamaan di kota selatan Montpellier selama liburan Paskah. Dia dikatakan telah diradikalisasi setelah menonton video dari Islamic State (ISIS).
Wanita itu ditangkap pada Sabtu (3/4/21) malam di kota Beziers, 70 km dari Montpellier, dan ditahan bersama ibu dan tiga saudara perempuannya, salah satunya adalah anak yang masih di bawah umur.
Selama penggeledahan di rumah wanita tersebut, polisi dilaporkan menemukan pedang tajam dan bahan kimia yang dapat digunakan untuk bahan peledak.
Pada saat yang sama, majalah Le Point mengutip sebuah sumber yang mengatakan bahan kimia tersebut mungkin telah dibeli untuk keperluan rumah tangga.
Namun, sebuah penyelidikan telah diluncurkan untuk mengetahui apakah wanita itu memiliki hubungan dengan kelompok teroris atau tidak.
Wali Kota Beziers, Robert Menard mengatakan kepada surat kabar Le Figaro bahwa keluarga yang ditahan adalah “Islamis”. Dia menambahkan bahwa lingkungan kota La Deveze, tempat tinggal keluarga tersebut, adalah “distrik yang sulit, yang sangat dipengaruhi oleh imigrasi besar-besaran”.
Le Point mengingatkan bahwa ini bukan pertama kalinya Badan Intelijen Prancis memfokuskan pada perempuan yang teradikalisasi.
Outlet berita melaporkan peningkatan keterlibatan wanita dalam tindakan semacam itu dalam beberapa tahun terakhir.
Peningkatan itu terjadi karena banyak simpatisan ISIS gagal bergabung dengan kelompok ISIS yang berada di Irak dan Suriah.
Le Point mengatakan langkah-langkah keamanan yang diperketat menyebabkan calon “pejuang” dan simpatisan ISIS memusatkan perhatian mereka ke dalam negeri.