TIKTAK.ID – Ponsel BlackBerry edisi “reborn” telah dijadwalkan meluncur pada tahun ini. BlackBerry sendiri sebenarnya sempat amat populer, namun runtuh secara tragis.
Berikut ini sejumlah faktor yang menyebabkan kejatuhan BlackBerry, seperti dikutip detik.com dari berbagai sumber, Kamis (22/4/21).
- Meremehkan iPhone
Saat masa masa keemasannya pada 2008, BlackBerry yang dulu bernama Research in Motion (RIM) bernilai sebesar USD 84 miliar. Produk-produk ponsel BlackBerry pun digemari banyak orang. Saking jayanya, Mike Lazaridis dan Jim Balsillie, CEO BlackBerry kala itu, meremehkan kedatangan Apple iPhone yang diperkenalkan oleh Steve Jobs pada 2007.
Keduanya mengatakan bahwa iPhone seperti ponsel mainan. Mereka menyebut iPhone memiliki baterai lemah, dan keyboard sentuh iPhone susah dipakai dibanding keyboard fisik BlackBerry.
“Sebagus apa pun iPhone, tapi ia menghadirkan kesulitan bagi pengguna. Coba saja mengetik di layar sentuh iPhone, itu kesulitan nyata,” ujar Balsillie.
“Ini bukan ancaman bagi bisnis inti RIM, karena iPhone tidak aman, baterainya cepat habis, dan keyboard digitalnya susah,” kata Penasihat Lazaridis, Larry Conlee.
Mulanya, iPhone memang banyak diremehkan. Sebab, baterai ponsel tersebut hanya tahan delapan jam, dan koneksinya cuma 2G. Chief Technology Officer RIM, David Yach menyatakan seharusnya produk itu gagal, tapi ternyata tidak.
Ternyata orang tetap mau membeli iPhone, dan salah satunya karena desain yang bagus.
“Saya belajar bahwa keindahan desain itu berarti, sehingga orang mau membeli produk ini,” ucap Yatch.
- Kegagalan BlackBerry Layar Sentuh
Untuk mengantisipasi ancaman iPhone yang tak diduga laris manis, maka RIM merilis BlackBerry Storm yang navigasinya layar sentuh. Awalnya produk ini laku karena nama BlackBerry masih tenar dan ditunjang marketing besar. Akan tetapi, tampaknya teknisi RIM tahu kalau Storm bukan produk yang matang.
Browser ponsel tersebut lambat, layar sentuhnya susah digunakan, dan kerap hang. Hal itu pun membuat banyak konsumen tak jadi membelinya, dan menganggap Storm sebagai produk gagal.
Kemudian banyak ponsel yang rusak dan harus diganti. Hal itu menimbulkan kerugian tak hanya bagi RIM, namun juga operator yang memasarkannya.