
TIKTAK.ID – Di tengah pemberlakuan sanksi ekonomi untuk menghukum Rusia, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan pada Senin (7/3/22) bahwa Eropa masih perlu terus mengimpor minyak dan gas Rusia, yang menurutnya “penting” untuk keamanan energi di Benua Biru itu.
“Saat ini, pasokan energi Eropa untuk pembangkit panas, mobilitas, pasokan listrik, dan industri tidak dapat dilakukan dengan cara lain,” selain dengan mengimpor dari Rusia, seperti yang disampaikannya dalam pernyataan resmi dari kantor Scholz. “Oleh karena itu, sangat penting untuk penyediaan layanan publik dan kehidupan sehari-hari warga kita.”
Dilansir RT, lebih dari separuh total pasokan gas Jerman tergantung pada Rusia, yaitu sekitar 55 persen. Sementara UE mengimpor lebih dari setengah dari semua produk energinya dari Rusia. Dari impor tersebut, Rusia memasok 41 persen gas, 46 persen batu bara, dan 27 persen minyak.
Karena itu, Uni Eropa enggan untuk memberikan sanksi energi kepada Rusia dalam menanggapi konflik di Ukraina, bahkan ketika memukul Moskow ketika pembatasan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu dengan menutup wilayah udara untuk penerbangan Rusia, melarang media Rusia, dan memasok senjata ke Ukraina.
Bagi Jerman, memastikan aliran minyak dan gas yang berkelanjutan bahkan lebih penting. Investasi negara dalam tenaga angin telah gagal memberikan energi yang cukup untuk menutupi penutupan pembangkit listrik tenaga batu bara, dan tiga pembangkit nuklir terakhirnya dijadwalkan untuk ditutup pada akhir tahun ini.
Sebetulnya Pipa Nord Stream 2 ditetapkan untuk menopang kebutuhan energi Jerman dengan gas alam murah dari Rusia, namun Berlin membatalkan sertifikasinya sebelum serangan militer Rusia di Ukraina.
Jerman saat ini bergerak untuk mengurangi ketergantungannya pada gas Rusia, dengan Menteri Ekonomi Robert Habeck mengumumkan pada Sabtu lalu bahwa mereka akan membangun dua terminal Liquefied Natural Gas (LNG) untuk memungkinkan impor dari pemasok seperti Amerika Serikat.
Sementara itu, Jerman sudah melampaui target yang ditetapkan oleh rencana 2030 UE, yang menyerukan 32 persen dari semua energi dihasilkan dari sumber terbarukan.
“Pemerintah Jerman telah bekerja keras selama berbulan-bulan dengan mitranya di dalam Uni Eropa dan di luarnya untuk mengembangkan alternatif energi Rusia,” lanjut pernyataan Scholz. “Namun, ini tidak bisa dilakukan dalam semalam. Itulah mengapa merupakan keputusan sadar dari pihak kami untuk melanjutkan kegiatan perusahaan bisnis di bidang pasokan energi dengan Rusia.”