TIKTAK.ID – Ketua Umum Partai Amanat Nasional (Ketum PAN), Zulkifli Hasan alias Zulhas diketahui mendorong evaluasi hasil amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang sudah berusia 23 tahun.
“Setelah 23 tahun hasil amendemen itu, menurut saya perlu dievaluasi, termasuk demokrasi kita ini. Kita mau ke mana, itu perlu dievaluasi,” ujar Zulhas melalui pidato Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II PAN, Selasa (31/8/21), seperti dilansir CNN Indonesia.
Kemudian Zulhas mengungkapkan kehadirannya bersama Sekretaris Jenderal PAN, Eddy Soeparno, dalam pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan jajaran petinggi partai koalisi pendukung Pemerintah, pada pekan lalu.
Baca juga : Prabowo: Keputusan Presiden Jokowi Tangani Pandemi Cocok untuk Rakyat
Menurut Zulhas, salah satu topik yang dibahas Jokowi dalam pertemuan dengan parpol koalisi Pemerintah itu mengenai hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
Ia memaparkan, pertemuan menyoroti keributan yang sering terjadi antara wali kota atau bupati dengan gubernur, hingga sikap sejumlah lembaga negara yang merasa paling berkuasa. Ia menilai kondisi tersebut berpotensi menghadirkan kesusahan bagi Indonesia di masa mendatang.
“Ada beberapa yang bicara, wah kita kalau gini terus, ribut, susah, lamban. Bupati enggak ikut gubernur, gubernur enggak ikut macam-macam lah ya. Merasa KY lembaga yang paling tinggi, paling kuat, MA enggak. MK katanya yang paling kuasa, DPR bilang paling kuasa, semua merasa paling kuasa,” kata Zulhas.
Baca juga : Gerindra DKI: Jamuan Makan Malam Bareng Anies Usulan 7 Fraksi
Zulhas juga menyinggung Pancasila, terutama sila keempat. Zulhas mengatakan bahwa sila tersebut telah menegaskan, demokrasi Indonesia berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh orang yang memiliki hikmah. Menurutnya, hikmah itu berarti mempunyai ilmu cukup dan iman kuat sehingga memiliki kebijaksanaan.
“Ada pula yang menyatakan, ‘wah kita cocoknya perlu demokrasi terpimpin’, ada yang bicara seperti itu. Saya menyebut kalau mau dikasih istilah, jelas dong sila keempat itu ‘kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan’,” terang Wakil Ketua MPR tersebut.
“Jadi kita ini memang demokrasi yang musyawarah, demokrasi dimusyawarahkan, serta dipimpin oleh orang yang punya hikmah. Nah, hikmah itu ilmunya cukup dan imannya kuat, sehingga punya kebijaksanaan,” imbuh Zulhas.