
TIKTAK.ID – Intelijen AS merilis laporan yang memperingatkan akan efek pandemi virus Corona yang diperkirakan akan membawa pada “krisis kemanusiaan, ekonomi, kerusuhan politik, dan persaingan geopolitik” di tahun depan. Laporan itu juga mengingatkan akan adanya acaman dari musuh asing dan ekstremis brutal di dalam negeri.
Laporan itu dirilis pada Selasa (13/4/21) menjelang dengar pendapat Kongres yang diperkirakan akan mencakup wilayah serupa, yaitu memetakan beragam potensi bahaya yang diantisipasi oleh komunitas intelijen pada tahun mendatang.
“Rakyat Amerika harus tahu sebanyak mungkin tentang ancaman yang dihadapi bangsa kita dan apa yang dilakukan Badan Intelijen mereka untuk melindungi mereka,” kata Direktur Intelijen Nasional, Avril Haines, dalam sebuah pernyataan yang menyertai laporan pada Selasa itu, seperti yang dilansir The Associated Press.
Laporan tersebut menimbulkan kekhawatiran atas dampak pandemi Covid-19 yang masih ada, yang telah menewaskan hampir 3 juta orang di seluruh dunia, memperingatkan cara-cara pemulihan akan “membebani Pemerintah dan masyarakat”.
Laporan itu mengatakan bahwa pandemi telah mengganggu layanan kesehatan penting di wilayah tertentu di dunia dan akan menyebabkan keadaan darurat kesehatan yang berkelanjutan, dan telah meningkatkan ketegangan karena negara-negara bersaing untuk mendapatkan keuntungan masing-masing.
Runtuhnya perekonomian di negara berkembang akan sangat parah, dengan kerawanan pangan yang dapat terjadi di seluruh dunia pada titik tertinggi dalam lebih dari satu dekade, kata pejabat intelijen.
“Tidak ada negara yang benar-benar terhindar, dan bahkan ketika vaksin didistribusikan secara luas secara global, gempa susulan ekonomi dan politik akan terasa selama bertahun-tahun”, tulis laporan itu.
Dokumen tersebut memfokuskan perhatian yang signifikan pada ancaman dari negara asing, meskipun kekhawatiran tersebut sebagian besar sudah diketahui dan sering dibahas.
Dokumen itu memperingatkan, China kemungkinan akan melanjutkan upayanya untuk menyebarkan pengaruhnya dan melemahkan kekuatan AS, dan kemungkinan akan menekan Taiwan untuk bergerak menuju penyatuan dengan China daratan.
Sementara Rusia kemungkinan akan terus mengembangkan kemampuan militer dan sibernya sambil juga mencari “peluang untuk kerja sama secara pragmatis dengan Washington melalui caranya sendiri”.
Sementara itu, Korea Utara tetap berkomitmen dengan tenaga nuklir dan menimbulkan peningkatan risiko bagi AS dan kawasan. Iran, juga, menghadirkan ancaman meskipun ekonominya melemah melalui strategi militer konvensional dan tidak konvensional, termasuk jaringan proksi.
Laporan tahun ini dirilis dengan latar belakang keadaan darurat keamanan nasional yang telah menarik perhatian dan sumber daya Pemerintah. Dua kebobolan di dunia maya terbesar, satu oleh tersangka peretas Rusia yang menargetkan lembaga Federal dan yang lainnya memengaruhi perangkat lunak email Microsoft Exchange, telah mengungkap kerentanan pertahanan siber sektor publik dan swasta AS.
Serta, penyerangan pada 6 Januari ke Capitol AS mengungkap ancaman yang ditimbulkan oleh ekstremis brutal dari dalam Amerika.
Laporan tersebut mencatat empat musuh asing terbesar -Rusia, China, Iran, dan Korea Utara- sebagai perhatian penting bagi keamanan dunia maya.
China mampu melakukan operasi dunia maya yang setidaknya dapat menyebabkan gangguan sementara dan lokal pada infrastruktur penting di AS, sementara Rusia “hampir pasti menganggap serangan dunia maya sebagai opsi yang dapat diterima untuk mencegah musuh, mengontrol eskalasi, dan menuntut konflik”, tulis dokumen tersebut.
Di AS, ekstremis domestik yang dimotivasi oleh perasaan superioritas ras kulit putih dan keluhan anti-Pemerintah menimbulkan ancaman yang meningkat, kata laporan itu.
“Ekstremis kekerasan yang mempromosikan superioritas ras kulit putih telah bertanggung jawab atas setidaknya 26 serangan mematikan yang menewaskan lebih dari 141 orang dan lusinan plot yang terganggu di Barat sejak 2015”, menurut dokumen itu.
Haines dan pejabat AS lainnya, termasuk Direktur CIA William Burns dan Direktur FBI Christopher Wray, diharapkan bersaksi minggu ini terkait ancaman yang akan dihadapi dunia.