TIKTAK.ID – Puluhan mahasiswa Turki melancarkan protes dengan tidur di taman-taman, setelah mereka tak mampu lagi menyewa tempat tinggal yang harganya mulai selangit.
Mereka menyebut protes nasional mereka sebagai krisis sewa yang tak tertahankan di Turki, seperti yang dilaporkan Aljazeera, pada Jumat (24/9/21)
“Apakah hujan atau tidak, kami akan tinggal di sini sampai permintaan kami dipenuhi, kami tidak punya tempat tinggal,” kata mahasiswa desain grafis tahun keempat, Hasan Dogan kepada Al Jazeera, Rabu (22/9/21).
Gedung pencakar langit dan kondominium mewah bermunculan dari jalan-jalan di sekitar taman di distrik keuangan kota menjadi bukti pertumbuhan ekonomi jangka Panjang Turki. Namun protes mahasiswa, yang terjadi setiap malam di puluhan kota di seluruh Turki, adalah tanda meningkatnya krisis biaya hidup.
Ekonomi Turki sudah lesu sejak sebelum pandemi Covid-19 melanda, dengan Lira sering mendapat tekanan dan memicu harga yang lebih tinggi bagi konsumen.
Inflasi terus meningkat tahun ini, dan sekarang bahkan kebutuhan dasar seperti perumahan harganya terus melangit.
Dogan mengatakan ketika dia mulai kuliah, dia membayar 750 lira Turki atau sekitar 1,2 juta rupiah per bulan untuk menyewa apartemen di dekat kampusnya, namun sekarang sewa di area yang sama bisa sampai di atas 2.000 lira atau sekitar 3 jutaan rupiah, sehingga tidak terjangkau baginya.
Tanpa ruang di asrama mahasiswa yang dikelola negara, Dogan mengatakan dia tidak punya tempat tinggal jika dia ingin kembali ke universitas karena kelas tatap muka akan dimulai pada Oktober untuk pertama kalinya sejak awal pandemi.
Gerakan protes mahasiswa, yang disebut “Kami Tidak Dapat Berlindung” atau “Barinamyoruz Haraket” dalam bahasa Turki, meminta Pemerintah untuk mengambil langkah-langkah seperti membatasi harga sewa, membangun lebih banyak perumahan, dan menawarkan lebih banyak subsidi dan beasiswa bagi mahasiswa.
Menanggapi kritik atas kenaikan harga dan protes mahasiswa, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan kepada wartawan pekan lalu bahwa Pemerintahnya mengambil tindakan terhadap penipuan harga, dan telah membangun sejumlah besar asrama dan meningkatkan beasiswa bagi mahasiswa.
Ratusan universitas baru telah didirikan sejak Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) Erdogan berkuasa pada 2002, dan hari ini lebih dari delapan juta orang telah mendaftar.
“Kami melakukan investasi yang tidak pernah dilakukan Pemerintah lain sebelumnya,” kata Erdogan. “Kami sekarang memiliki asrama dengan kapasitas hampir satu juta. Asrama seperti itu tidak ada sebelumnya di (negara) kita.”
Sementara protes di Istanbul disambut dengan simpati, restoran lokal telah menyediakan makan malam dan teh, namun di bagian lain negara itu, mahasiswa menghadapi tindakan represif polisi dan skeptisisme dari pihak berwenang.
Awal pekan ini, sembilan mahasiswa ditahan di Ibu Kota Ankara. Pada Rabu malam, polisi menahan enam orang lagi dari sebuah taman di kota Eskisehir, dan di empat kota lainnya, polisi turun tangan untuk membubarkan para siswa yang berkemah.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Mehmet Ersoy mengatakan protes itu adalah upaya untuk “menyesatkan publik”, dan bahwa hampir semua mahasiswa yang berpartisipasi dalam protes di Istanbul memiliki rumah yang bisa mereka tinggali.
“Pejabat di beberapa kota telah datang kepada kami dan mengatakan hal-hal seperti ‘Anda tidak mengatakan yang sebenarnya, Anda tidak punya masalah mendapatkan rumah’,” kata Kardelen Sahin, 18, seorang mahasiswa tahun pertama universitas matematika di Istanbul.
“Agak tidak sopan untuk mengatakan itu kepada kami. Jika ini bukan masalah serius, apakah kita akan protes di sini, tidur di jalanan? Kami adalah manusia, kami memiliki hak untuk perumahan.”
Bagi banyak mahasiswa yang memprotes, harga perumahan yang tidak terjangkau adalah yang terbaru dalam serangkaian masalah ekonomi yang dihadapi keluarga mereka dalam beberapa tahun terakhir.
Sewa apartemen di kota-kota Turki telah meningkat secara dramatis selama pandemi, menurut statistik resmi dan agen penjual, bahkan ketika penguncian selama berminggu-minggu dan langkah-langkah lain untuk menghentikan penyebaran virus telah merusak mesin ekonomi negara itu.
Sebuah survei September 2021 oleh Kota Istanbul menemukan bahwa 95 persen penduduk mengatakan sewa rumah terlalu tinggi untuk mereka, dan sekitar 41 persen terpaksa menunda membayarnya sejak awal pandemi.
Sewa rata-rata di kota, kata survei itu meningkat dari 1.541 lira atau sekitar 2.5 juta rupiah menjadi 2.561 lira atau sekitar 4 juta rupiah selama pandemi, atau meningkat 66 persen.