TIKTAK.ID – Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan diketahui telah menghapus program normalisasi sungai dalam draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Salah satu alasan Anies memilih naturalisasi ketimbang normalisasi karena ia menentang syarat normalisasi yang menggusur rumah warga di bantaran sungai.
Sebelumnya, normalisasi tercantum di dalam RPJMD sebagai salah satu program pengendali banjir. Kemudian pada draf perubahan RPJMD di halaman IX-105, program tersebut dihapus dan diganti dengan program naturalisasi sungai.
“Salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk mengurangi dampak daya rusak air yakni melalui pembangunan dan revitalisasi prasarana sumber daya air dengan konsep naturalisasi”, begitu bunyi draft perubahan RPJMD 2017-2022, Selasa (9/2/21), seperti dilansir CNN Indonesia.
Baca juga : Polri dan KPK Sepakat Perkuat SDM Hingga Joint Investigasi
Draf itu menyebut naturalisasi adalah cara mengelola prasarana sumber daya air melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau. Cara tersebut pun memperhatikan kapasitas penampungan, fungsi pengendalian banjir, dan konservasi.
Istilah normalisasi sungai
Untuk diketahui, upaya normalisasi sungai-sungai di Jakarta sempat masuk dalam program Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) yang sudah dicanangkan sejak era gubernur DKI Sutiyoso. JEDI sendiri diinisiasi pascabanjir besar yang melanda Jakarta pada 2007. JEDI memiliki tujuan merehabilitasi kondisi sungai di Jakarta yang menjadi pengendali banjir, di antaranya normalisasi serta pengerukan 13 sungai yang melintasi Jakarta.
Setelah itu, normalisasi sungai di DKI dieksekusi di era Jokowi-Ahok. Mereka menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi, dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.
Baca juga : Lempar Sindiran Halus di Hadapan Jokowi, Anies Sebut DKI Tak Lagi Jadi 10 Kota Termacet Dunia
Normalisasi itu dilakukan dengan cara mengeruk sungai untuk memperlebar dan memperdalam, pemasangan sheetpile atau batu kali untuk pengerasan dinding sungai, pembangunan sodetan, hingga pembangunan tanggul.
Kemudian Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane (BBWSCC) memulai proyek tersebut sejak 2013 dengan target normalisasi 33 kilometer. Akan tetapi, normalisasi terhenti ketika masih tercapai 16 kilometer pada 2018.
Hal itu akibat Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Anies enggan melakukan pembebasan lahan guna normalisasi. Sejak kampanye Pilgub DKI 2017, Anies memang lebih sering mengenalkan pendekatan naturalisasi ketimbang normalisasi dalam mengatasi banjir, karena dengan begitu Pemprov DKI tidak perlu menggusur permukiman warga seperti di era Jokowi-Ahok.