Pelajar Bermasalah Dimasukkan Barak Militer, Ini Kata Psikiater

TIKTAK.ID – Program Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang memberikan pendidikan berkarakter di barak militer bagi para pelajar bermasalah, menuai pro dan kontra. Program pendidikan yang dicetuskan oleh Dedi Mulyadi tersebut sudah mulai berjalan sejak 2 Mei 2025 yang ditargetkan pada para pelajar yang memiliki perilaku menyimpang, seperti tawuran, bolos sekolah, atau minum minuman keras.
Pendidikan berkarakter bela negara tersebut diprogram selama 14 hari, dengan tujuan membentuk karakter disiplin dan nasionalisme. Walaupun sejumlah masyarakat memberi dukungan, sejumlah pihak lainnya mengkritisi.
Salah satunya, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah menyatakan program pendidikan Dedi Mulyadi ini berpotensi melanggar hak anak. Kemudian Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (Psikiater), dr. Zulvia Oktanida Syarif, Sp.KJ ikut memberikan pendapatnya.
Baca juga : Dedi Mulyadi Tanggapi Cap ‘Gubernur Konten’ Mirip Gaya Jokowi
“Pendekatan militer dapat membantu menanamkan kedisiplinan dan struktur. Namun harus hati-hati dalam penerapannya,” ujar wanita yang akrab disapa Vivi, seperti dilansir Kompas.com pada Rabu (21/5/25).
Vivi menilai pendidikan berkarakter bela negara kurang bisa efektif untuk mendisiplinkan para pelajar yang menyimpang.
“Bila terlalu keras atau tanpa pendekatan emosional yang tepat, justru dapat memperburuk kondisi psikologis remaja,” tutur Vivi.
Menurut Vivi, cara yang efektif untuk para pelajar yang berperilaku menyimpang yakni dengan mengombinasikan pelatihan yang tegas dengan pendekatan emosional dan komunikasi yang baik.
Baca juga : Petinggi PPP Tawari Sandiaga hingga Anies Jadi Caketum Partai, Tapi Jokowi ‘Restui’ Amran
“Bakal lebih efektif jika dikombinasikan dengan pendekatan yang membangun rasa tanggung jawab, komunikasi yang baik, dan keterlibatan emosional,” ucap Vivi.
Vivi pun menekankan bahwa intinya bukan cuma menekan perilaku, melainkan juga membentuk kesadaran diri dan kemampuan mengenali dan mengelola emosi yang baik.
“Remaja perlu didengarkan dan dipahami terlebih dulu. Apakah mengalami trauma, tekanan emosional, atau gangguan perilaku yang mendasari,” kata Vivi.
Vivi menjelaskan, dari segi ilmu psikologi, anak-anak remaja yang berperilaku menyimpang memerlukan terapi psikologi, konseling, pendampingan dari keluarga, dan keterlibatan sekolah.
Baca juga : TNI Bantah Adanya Upaya Kembalikan Tentara Seperti di Rezim Orde Baru
Dia melanjutkan, hal yang tidak kalah penting yakni adanya figur positif di sekitar mereka, seperti guru, teman, tokoh masyarakat, bahkan kreator konten di media sosial.










