TIKTAK.ID – Beijing menyindir kematian pria kulit hitam Amerika George Floyd sebagai bukti kemunafikan Washington setelah memberlakukan larangan semua produk seperti tomat dan kapas yang berasal dari wilayah Xinjiang barat China atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia.
“Di Amerika Serikat, ratusan ribu orang tak berdosa meninggal karena Covid-19, orang seperti George Floyd bahkan tidak bisa bernapas lega,” kata Jubir Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian dalam konferensi pers reguler pada Kamis (14/1/21), seperti dilansir RTnews.
Zhao mengecam tuduhan AS bahwa produk Xinjiang diproduksi dari “kerja paksa” dari Muslim Uighur yang ditahan, dan menyebutnya sebagai “kebohongan terbesar abad ini”.
Dia juga mengatakan bahwa AS “tercela”, karena praktik “kerja paksa” telah dilaporkan terjadi di AS, merujuk pada artikel Los Angeles Times tentang tahanan perempuan yang dipaksa bekerja lembur untuk memproduksi masker, tanpa diberikan perlindungan diri.
Respons China ini menyusul pengumuman AS pada hari Rabu kemarin bahwa Washington akan memberlakukan larangan impor selimut, pakaian dan tekstil yang dibuat dengan kapas yang ditanam di Xinjiang, serta biji tomat, tomat kaleng, saus tomat, dan produk lain dari wilayah tersebut.
US Customs and Border Protection (CBP) mengatakan dalam sebuah pernyataannya bahwa pihaknya telah mengeluarkan Perintah Pelepasan Penahanan, yang memungkinkan pihak berwenang untuk menyita produk itu di semua pelabuhan masuk di AS.
CBP memperkirakan sekitar $ 9 miliar produk kapas dan produk tomat senilai $ 10 juta diimpor dari China ke AS dalam 12 bulan terakhir.
Pada bulan Desember, Kongres mengesahkan Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur, yang menyebut bahwa barang apa pun dari Xinjiang dibuat dengan kerja paksa melalui sistem kamp interniran massal, dan karena itu barang-barang tersbut dilarang.
Hubungan China-AS terus memburuk secara signifikan di bawah Pemerintahan Presiden Donald Trump, yang mengecam tanggapan China terhadap pandemi Covid-19, serta memproduksi banyak sanksi perdagangan dan larangan visa bagi anggota Partai Komunis China.
Belum lagi ikut campur tangan AS terkait persoalan Taiwan dan tudingan pelanggaran HAM di Hongkong, semakin membuat hubungan dua negara ekonomi besar dunia ini semakin terpuruk.