“Orang ini dapat dikatakan bersama-sama membantu lahirnya Demokrat. Kemudian punya hubungan yang kuat dengan Pak SBY. Kemudian orang ini begitu Pak SBY selesai, dia mengatakan, ‘Pak, saya sekarang tidak di Demokrat lagi’. Jadi orang yang bebas,” katanya.
Saat disinggung soal komentar orang-orang yang menuduhnya menyampaikan kabar bohong terkait tawaran tersebut, Gatot tak acuh.
“Ya bebas saja orang mengatakan hoaks, mengatakan saya bohong. Terserah. Tetapi saya harus melindungi teman saya. Saya tidak minta dipercaya. Tanggapan orang sah-sah saja. Dan tanggapan saya kemarin sebelum KLB. Jadi saya menyampaikan apa adanya. Saya gak punya kepentingan,” katanya.
Baca juga : Ancam Santet Moeldoko, Bupati Lebak Bakal Dipolisikan
Saat ditanya tanggapannya terkait Moeldoko yang kini dipilih jadi Ketum Demokrat versi KLB, Gatot enggan menjawab.
“Saya tidak akan berkomentar tentang Pak Moeldoko. Beliau adalah senior saya dan beliau yang saya gantikan. Sedangkan Bapak SBY saja tidak marah kepada Pak Moeldoko. Tapi, sangat disayangkan hal ini terjadi,” kata dia.
Sebelumnya, Gatot mengaku menolak tawaran itu, dengan alasan bahwa hal tersebut tidak etis dan bertentangan dengan moral. Apalagi, ia pernah diberi jabatan oleh Susilo Bambang Yudhoyono kala itu, antara lain sebagai Pangkostrad dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Baca juga : Amien Rais Temui Jokowi Bahas Laskar FPI, Apa Saja Poin-poinnya?
“Gini lho. Saya ini bisa naik bintang 1 bintang 2. Taruhlah itu biasa. Tapi kalau saya naik bintang 3, itu presiden pasti tahu. Kemudian jabatan Pangkostrad, pasti presiden tahu, apalagi presidennya tentara waktu itu, Pak SBY. Tidak sembarangan. Bahkan, saya dipanggil, ‘Kamu akan saya jadikan KSAD’. Laksanakan tugas dengan profesional. Beliau berpesan, ‘laksanakan tugas dengan profesional, cintai prajuritmu dan keluarga dengan segenap hati dan pikiranmu’. Apakah iya saya dibesarkan oleh 2 presiden, satu Pak Susilo Bambang Yudhoyono, satu lagi Pak Jokowi, terus saya membalasnya dengan mencongkel anaknya?” kata Gatot.
Dengan menukil kejadian seekor puma yang tidak jadi memakan orang utan yang sudah diterkam karena tahu bahwa orang utan itu punya anak, Gatot menyampaikan nilai moral dari kasus tersebut.
“Nah, value apa yang akan saya berikan kepada anak saya? Waduh itu anak enggak beradab tuh. Sudah dijadikan KSAD sama ini (SBY), anaknya menjabat malah digantiin, malah dihabisin, untuk yang lebih besar lagi,” katanya.
Baca juga : Ketua TP3: Jokowi Terima Terbuka Hasil Temuan Soal Tewasnya 6 Anggota FPI
“Saya bilang, saya terima kasih, tetapi moral etika saya tidak bisa menerima yang seperti itu. Akhirnya, ‘Pak kan..’, ‘Sudahlah, enggak usah bicara lagi’, saya bilang,” kata Gatot menambahkan.