“Jika tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa PHK tanpa izin dari lembaga penyelesaian hubungan industrial adalah batal demi hukum dan tidak ada kewajiban untuk membayar upah hak lain selama proses perselisihan berlansung, maka PHK akan semakin mudah,” tutur Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal.
Selain itu, buruh juga menyoroti sejumlah pasal tambahan terkait PHK dalam UU Cipta Kerja yang sebelumnya tak ada di UU Ketenagakerjaan. Salah satunya yakni penambahan Pasal 154 A ayat 1 huruf (b) yang mengatur bahwa perusahaan dapat melakukan PHK atas alasan efisiensi.
“Dengan pasal ini, perusahaan dapat melakukan PHK dengan alasan efisiensi meskipun sedang untung besar,” ucap Said Iqbal.
Baca juga : Jimly: UU Ciptaker itu ‘Obsesi Besar’ Jokowi Sendiri yang Tak Bisa Diapa-apakan Lagi
Ia melanjutkan, ada juga penambahan Pasal 154 A ayat 1 huruf (i) yang menyebut perusahaan bisa melakukan PHK karena karyawan mangkir. Namun, kata Iqbal, tidak ada ketentuan mangkir dalam waktu berapa lama.
“Sehingga bisa hanya 1 hari, padahal dalam UU 13 Tahun 2003, PHK karena mangkir hanya bisa dilakukan setelah mangkir 5 hari berturut-turut dan dipanggil minimal 2 kali secara tertulis,” terang Said Iqbal.
Karena beberapa temuan itulah, kata Iqbal, buruh meminta semua hal yang mengatur mengenai PHK dikembalikan kepada UU No 13 Tahun 2003.