Karena itu, menurut mantan Ketua pertama MK RI ini, tekanan politik seperti demonstrasi sebanyak apa pun untuk membatalkan Omnibus Law Cipta Kerja, itu sudah tidak akan efektif. Justru, bisa-bisa mereka akan dimusuhi penguasa.
“Pasti dimusuhi. Sekarang semua kata-kata yang ini kan, o ini hoaks, ini fitnah, malah nanti yang menyebarkan berita tentang RUU ini malah ditangkapi. Itu akan dilakukan, karena ini sudah kehendak kolektif, dan harus dipaksakan, tidak bisa tidak. Jadi ini tidak lagi main-main. Ini orientasinya sudah menang-kalah,’ tutur mantan ketua DKPP ini.
Hal tersebut menurut Prof Jimly, sudah menjadi risiko politik dan demokrasi kuantitatif. Sehingga, sebanyak-banyaknya aksi unjuk rasa untuk menolak Omnibus Law Cipta Kerja, itu hanya akan menimbulkan masalah saja.
Baca juga : Demokrat Siap Perkarakan Politikus PDIP yang Tuding SBY Dalangi Demo Tolak Omnibus Law
“Masalahnya itu kalau emosi tidak terkendali, nanti bakar ban, bakar mobil, bakar stasiun. Jadinya melanggar hukum. Itu tidak terhindarkan. Orang kalau sudah kumpul, apalagi di tengah Covid, bagaimana memastikan sosial distancing, itu saja sudah bisa dicap melanggar,” jelas Jimly Asshiddiqie.
Untuk itu dia menilai jalan terbaik yang bisa dilakukan buruh maupun elemen masyarakat lainnya hanya satu, tempuh jalur hukum ke MK. Di sana mereka bisa adu rasionalitas dan argumentasi.
“Apakah pasti terkabul? Belum tentu juga. Tapi itu jauh lebih sehat, lebih melembaga dalam menyalurkan kegiatan bernegara,” kata Prof Jimly.
Baca juga : Nyaris 6000 Demonstran Penolak Omnibus Law UU Cipta Kerja Diamankan Polisi
Halaman selanjutnya…