Artinya, lanjut Gatot, ketumpang tindihan itu membuat niatan investor menaruh dana di Tanah Air menjadi ragu. Maka itu, kemudian, dibutuhkan UU yang merangkum semuanya, di mana birokrasi menjadi lebih simpel, ada jaminan investasi, aparaturnya bersih, bisnis menjanjikan, dan akuntabilitas yang tinggi, shingga dengan demikian, pengusaha itu kemudian memiliki kepastian.
“Nah UU [Cipta Kerja] ini saya tahu tujuannya sangat mulia karena diklaim investasi akan datang, roda ekonomi berputar, pajak banyak, sehingga sandang pangan masyarakat bisa [terpenuhi],” kata Gatot.
Di samping itu, Gatot mengungkapkan bahwa tekanan terhadap Pemerintah sangat tinggi. Sebab, setiap tahun bertambah tiga juta tenaga kerja baru, di mana satu juta di antaranya adalah lulusan perguruan tinggi. Maka, akan menjadi kewajban bagi pemerintah untuk menyiapkan lapangan kerja.
Baca juga : Pernyataan Resmi KAMI Pasca Petingginya Dicokok Polisi
“Nah, makanya harus ada investasi baru. Dari akumulasi ini, harus dibuat terobosan, permasalahan ini yang dihadapi presiden,” tutur Gatot.
Namun, ia mengatakan, ada yang kemudian menyentak sikap KAMI terhadap Omnibus Law yang menyatukan 79 UU menjadi satu ini. Sebut saja proses rancangannya yang dinilai seperti siluman, tergesa-gesa, tidak transparan, dan tidak jelas.
Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan di benak publik. Selanjutnya, dari analisis grup-grup besar di perguruan tinggi, UU ini berpotensi menimbulkan kegaduhan karena ikut muncul di masa pandemi.
“Intinya UU itu memang harus ada, tetapi di dalam ini yang diatur kan ada pengusaha, ada buruh, nah harusnya tidak boleh ada garis seolah mau perang, pemisah. Kemudian, tidak boleh berat sebelah, harusnya dilihat kita perlu pengusaha, dan kita juga perlu buruh,” kata Gatot.
“Inilah yang harus arif dan bijak dalam UU yang ada ini, mengakomodasi semuanya, agar dapat berjalan seimbang. Buruh itu representatif masyarakat Indonesia, gajinya rendah, janganlah dibuat susah lagi,” imbuhnya, menambahkan bahwa itulah alasan KAMI berusaha menyuarakan suara hati rakyat.